Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. PPKM Darurat telah berlalu lebih dari dua minggu, bahkan ada opsi perpanjangan dilakukan. Namun, di mata para buruh PPKM Darurat tidak berlaku.
Mereka menilai di pabrik-pabrik tempatnya bekerja sama sekali tidak menerapkan aturan PPKM Darurat. Semua aturan dan protokol kesehatan tidak ada yang berlaku di pabrik industri tekstil, garmen, sepatu, dan kulit (TGSL).
Ketua Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI) Dian Septi Trisnanti mengatakan banyak pabrik di daerah sentra tekstil masih mempekerjakan pekerjanya 100%.
Sebagai informasi, dalam aturan PPKM Darurat untuk sektor industri orientasi ekspor dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal dengan 50% staf di fasilitas produksi/pabrik, serta 10% untuk pelayanan administrasi perkantoran.
"Pada sektor manufaktur TGSL, PPKM nyaris tidak berlaku bagi ratusan ribu atau bahkan jutaan pekerjanya. Di banyak sentra industri sektor ini misal, Cakung, Tangerang, Subang, Sukabumi, dan Solo, puluhan pabrik masih beroperasi 100%," ungkap Dian dalam konferensi pers virtual, Senin (19/7/2021).
Dian mengatakan para pekerja terpaksa untuk tetap bekerja, jika tidak mereka akan kehilangan pekerjaan. Para pekerja bahkan harus melakukan lembur. Buruknya lagi, protokol kesehatan sama sekali tidak dilakukan di pabrik.
Baca juga: Buruh Tolak PPKM Darurat Diperpanjang, Kecuali....
Untuk hand sanitizer dan fasilitas cuci tangan saja sama sekali tidak disediakan perusahaan. Belum lagi beberapa fasilitas seperti tes COVID-19 berkala ataupun vitamin untuk menjaga imunitas para buruh.
"Jutaan pekerja bekerja penuh waktu, bahkan melakukan lembur. Mereka bekerja dalam ruang tertutup dan padat, tanpa alat pelindung diri baik APD, masker, hand sanitizer, fasilitas mencuci tangan. Tidak ada juga fasilitas kesehatan memadai seperti klinik, tes COVID-19, atau vitamin penunjang," papar Dian.
Hal ini pun akhirnya membuat timbulnya klaster pabrik. Sudah ada ribuan buruh TGSL menurut Dian yang terpapar COVID-19. Pabrik-pabrik sentra industri tekstil sendiri tersebar di Cakung, Tangerang, Subang, Sukabumi, dan Solo.
"Klaster pabrik menyebabkan klaster hunian. Klaster pabrik terjadi akibat pelanggaran protokol kesehatan oleh pengusaha yang berlangsung terus tanpa sanksi," tegas Dian.
Pengakuan sama diungkap oleh Ketua Bidang Perempuan dan Anak Serikat Pekerja Nasional (SPN) Sumiyati, menurutnya selama ini pabrik-pabrik sama sekali tidak punya sensitivitas terhadap COVID-19. Dia menilai operasional berjalan seperti biasa, menurutnya pengusaha tak mau mengalah dengan PPKM Darurat.
"Kami lihat juga beberapa pabrik operasional berjalan seperti biasa. Mereka nggak mau ngalah dengan PPKM ini, semua rutinitas seperti biasa. Tidak ada protokol berjalan dengan baik," ungkap Sumiyati.
Pengadaan hand sanitizer, masker, hingga suplemen vitamin yang seharusnya didapatkan demi menjaga keamanan, keselamatan, kesehatan kepada para buruh juga tak pernah diberikan. Bahkan untuk masker saja, banyak buruh yang menggunakannya secara berulang.
"Banyak buruh menggunakan masker berulang dicuci dipakai, karena beban. Vitaminnya juga tidak diminum, karena tidak disiapkan," kata Sumiyati.
Sumiyati juga menyatakan harusnya perlindungan pekerja dijamin oleh perusahaan. Hal itu merupakan amanat UU Ketenagakerjaan menurutnya.
"Saya ingatkan lagi UU Ketenagakerjaan. Dijelaskan pemberi kerja diwajibkan berikan perlindungan kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja baik mental dan fisiknya," ungkap Sumiyati.(dtf)