Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Perekonomian Cina melemah pada Agustus setelah adanya pengetatan di industri properti dan tantangan menghadapi penyebaran virus varian delta. Hal ini merusak kepercayaan konsumen di sana.
Dikutip dari CNN, Kamis (16/9/2021), berdasarkan data statistik pemerintah yang dirilis kemarin, penjualan ritel bertahan pada bulan Agustus, meningkat hanya 2,5% dibandingkan tahun sebelumnya. Itu jauh lebih lemah dari yang diharapkan, yakni 8,5% dari bulan Juli.
Juru bicara Biro Statistik Nasional, Fu Linghui mengaitkan pertumbuhan properti yang lambat karena disebabkan wabah COVID-19 dan banjir. Di mana hal itu menghentikan orang bepergian dan menunda pengeluaran liburan musim panas.
Produksi industri naik 5,3% dibanding Agustus tahun sebelumnya atau year on year, tapi lebih lambat dari bulan Juli 2021 dan itu merupakan pertumbuhan terlemah dari pabrik-pabrik Cina dalam setahun. Sementara itu, Investasi di daerah perkotaan meningkat 8,9% untuk periode Januari-Agustus, turun dari 10,3% selama tujuh bulan pertama tahun ini.
Data yang dirilis Rabu memperlihatkan seberapa besar tindakan yang diambil pemerintah untuk memperlambat wabah varian Delta di musim panas ini telah memukul perekonomian. Untuk menghentikan infeksi baru, China telah mengejar strategi nol-COVID-19 yang agresif, mengunci kota, membatalkan penerbangan, dan menangguhkan beberapa operasi pelabuhan.
Pendekatan itu berhasil mengendalikan virus, meskipun dengan mengorbankan kegiatan ekonomi. Tetapi ekonomi Cina juga memiliki masalah lain yang harus dihadapi, termasuk krisis yang dihadapi sektor properti.
Proyek perumahan baru, yang diukur dengan luas lantai, turun 3,2% selama delapan bulan pertama tahun ini. "Angin sakal yang dihadapi sektor properti tampaknya semakin intensif," tulis Julian Evans-Pritchard, ekonom senior Cina untuk Capital Economics, dalam sebuah laporan penelitian pada hari Rabu.
Dia menambahkan bahwa pembatasan pinjaman pemerintah bagi pengembang properti memberikan tekanan pada sektor ini.
Baru-baru ini, krisis uang tunai raksasa properti China Evergrande telah memburuk secara signifikan, dan perusahaan telah memperingatkan bahwa ia dapat gagal membayar utangnya yang besar karena berjuang untuk memotong biaya atau mendapatkan pembeli untuk beberapa asetnya.
Selain itu, salah satu pengembang real estat terbesar di Cina, telah memicu gejolak pasar di negara itu karena obligasi dan sahamnya jatuh. Investor khawatir bahwa default dapat memiliki efek riak untuk sistem perbankan China dan ekonomi yang lebih luas, serta memicu kerusuhan sosial.
"Wabah baru di provinsi Fujian tenggara menimbulkan risiko penurunan pada perkiraan kami tentang kenaikan pertumbuhan pada kuartal keempat, setelah kuartal ketiga yang lemah," tulis Louis Kuijs, Kepala Ekonomi Asia untuk Oxford Economics, dalam laporan penelitian Rabu.
Kuijs menambahkan, pemerintah Cina kemungkinan akan menghindari penurunan tajam. Dia mengharapkan pihak berwenang untuk mendukung pertumbuhan dalam beberapa bulan mendatang dengan memotong suku bunga dan memungkinkan pemerintah daerah untuk menerbitkan lebih banyak obligasi untuk mendanai proyek infrastruktur.(dtf)