Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
“Hal terbaik tentang bertambahnya usia adalah Anda tidak kehilangan semua usia yang pernah Anda alami” (Madeleine L’Angle)
INDONESIA telah mengalami banyak kemajuan dalam bidang kesehatan. Layanan kesehatan yang semakin terjangkau dan berkualitas, sanitasi yang baik, dan keterpenuhan nutrisi. Membaiknya derajat kesehatan tergambar dengan terus meningkatnya usia harapan hidup (UHH). Peningkatan UHH linier dengan pertambahan penduduk lansia.
Pada tahun 2020, UHH Indonesia telah mencapai 71,47 tahun dan akan menjadi 75,47 tahun di 2045 (Proyeksi Penduduk Indonesia 2015-2045). Sementara itu jumlah lansia (60 tahun ke atas) telah mendekati angka 10 persen dari total penduduk. Dan pada 2045 diperkirakan seperlima penduduk Indonesia adalah lansia.
Tren peningkatan jumlah lansia akan terus berlanjut. Karena saat ini penduduk Indonesia merupakan penduduk usia muda. Lebih 50 persen penduduk Indonesia sekarang berusia 8-39 tahun. Ke depan, mereka akan terus menampah pasokan lansia.
Secara alamiah menjadi tua merupakan tahapan yang berisiko. Bertambahnya usia dipastikan akan mengurangi kemampuan fisik untuk menghasilkan apapun. Ditambah lagi semakin banyaknya penyakit degeneratif yang muncul seperti alzheimer, sakit persendian, hingga disabilitas. Hal inilah yang membuat kehidupan mereka menjadi lebih sulit.
BACA JUGA: Satu Data Kependudukan Indonesia, Yuk Peduli!
Menurunnya kemampuan fisik sangat berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan hidupnya.Saat tua seyogyanya mereka lebih banyak melakukan hal yang ringan atau pun beristirahat. Namun, masih banyak lansia yang bekerja karena menjadi penopang perekonomian keluarganya.
Catatan BPS menunjukkan bahwa 1 dari 2 lansia di tahun 2020 masih harus bekerja. Namun, bila dilihat lebih jauh, fenomena ‘lansia bekerja’ bisa saja merupakan akibat dari kurangnya investasi finansial di masa muda. Sehingga sumber keuangan satu-satunya adalah dengan terus bekerja.
Meskipun banyak dari lansia bekerja, tetapi upah yang diterima mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan yang semakin besar. Masih banyak lansia yang tinggal di rumah tak layak huni.
Selain itu, lebih dari 40 persen dari lansia berada pada kelompok 40 persen pengeluaran terbawah. Di sisi lain, tidak sedikit lansia tinggal sendiri. Hal ini tentu sangat memengaruhi perawatan mereka.
Kesendirian itu diperparah lagi karena mereka akan kesulitan menjangkau fasilitas kesehatan. Jadi selain masalah fisik, maka masalah psike juga melanda mereka.
Saat ini banyak negara maju yang telah mengalami ageing population, seperti Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara Eropa dan Amerika. Hal yang menakutkan adalah ketika penduduk tua semakin bertambah, generasi pengganti mereka di kelompok muda semakin berkurang akibat kelahiran yang terus menurun. Padahal roda perekonomian harus terus diputar.
Fenomena kodokushi di Jepang, di mana seseorang hidup sendiri lalu meninggal tanpa diketahui siapapun agaknya akan menjadi tamparan terhadap masalah lansia. Kebutuhan ekonomi juga telah memaksa lansia harus tetap bekerja.
Fenomena lansia bekerja juga ditemukan di negara-negara maju. Banyak alasan mereka melakukannya, salah satunya karena tidak ingin menjadi beban.
Permasalahan lansia di Indonesia tentunya berbeda dengan banyak negara maju. Indonesia memiliki beban yang tentunya lebih berat dan komplek. Penyebabnya adalah ketertinggalan kita terutama dalam bentuk persiapan secara finansial, ilmu pengetahuan dan kesehatan untuk menghadapi masa tua, selain jumlah dan jangkauan wilayah yang cukup luas.
Menjadi Lansia Bahagia
Menjadi tua adalah suatu keniscayaan, karena merupakan siklus kehidupan manusia. Tetapi sebagai yang berakal budi, kita bisa mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi dampaknya.
Kebijakan yang berpihak pada mereka tidak hanya berkaitan pada fasilitas yang ramah usia lanjut, tetapi bagaimana mereka mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Perlu dipertimbangkan untuk melakukan program proteksi berkelanjutan bagi lansia yang kurang mampu, sehingga tidak ada kekhawatiran bagi mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Tunjangan lansia perlu ditingkatkan dengan aturan yang ketat, sehingga benar-benar tepat sasaran.
Khusus lansia yang hidup sendiri, diperlukan pendampingan, sehingga fenomena kodokushi tidak melanda mereka.
Pemerintah di lingkungan terkecil bisa secara rutin melakukan kunjungan kepada mereka.
Selain itu, mereka juga dapat dilibatkan dalam kegiatan lingkungan sekitar untuk menjadikan mereka terus aktif. Lansia juga bisa berperan sebagai agen perubahan.
Selanjutnya adalah memastikan agar lansia “mau” dan menerima bantuan yang telah bergulir saat ini. Evaluasi terhadap tingkat capaian masing-masing program harus dilakukan secara transparan dan berkelanjutan. Hal ini penting agar program-program tersebut betul-betul bermakna bagi mereka. Sehingga tidak ada lansia yang merasa kurang perhatian.
Dalam jangka panjang, kebijakan untuk mendorong dan menumbuhkan kesadaran berinvestasi bagi kalangan muda sangat diperlukan. Investasi tak hanya dalam bentuk uang, tetapi investasi dalam bentuk kesehatan dan ilmu pengetahuan.
Pemerintah tentunya harus memberikan kemudahan untuk itu. Investasi keuangan akan membuat masa tua lebih tenang. Investasi kesehatan menjadikan kehidupan lebih panjang tanpa kesakitan. Sedangkan ilmu pengetahuan menjadikan lansia terus berkontribusi dalam kehidupannya.
Kolaborasi ketiganya akan membuat lansia tetap aktif, produktif dan mandiri. Contoh nyata adalah para guru besar di banyak universitas terkemuka di Indonesia. Mereka tetap menjadi rujukan bahkan masih mengampu banyak mata kuliah. Hal ini tidaklah mereka capai tanpa persiapan investasi di masa mudanya.
Pada galibnya semua orang mendambakan kebahagiaan di masa tuanya. Pengalaman akan membantu kita menjadi lansia yang bahagia selama mungkin. Agaknya tak berguna kita berumur panjang tetapi sakit-sakitan. Semoga tidak tua sebelum bahagia!
====
Penulis Statistisi Madya pada BPS Provinsi Sumatera Utara
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]