Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Indonesia tak akan lagi menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) bahan bakar batu bara pada 2056. Ada sejumlah upaya transisi energi menuju rencana itu.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengungkapkan saat ini pemerintah berupaya menyiapkan transisi energi yang terkoneksi dengan pembangunan listrik energi baru terbarukan (EBT) dengan facing down coal.
"Kalau existing skenarionya sekarang menurut PLTU pada 2056 adalah kita tak lagi menggunakan PLTU batu bara, itu adalah skenario kita tak akan lagi membangun. 2056 itu tidak ada lagi PLTU batu bara menuju net zero, menuju ke sana," kata dia, Kamis (17/2/2022).
Tapi dia mengharapkan transisi ini bisa lebih cepat dari target, sehingga tak perlu menunggu 2056 untuk pembangunan listrik EBT. "Kita juga memastikan agar supply and demand listrik terjaga, jadi jangan sampai memaksa PLN membeli listrik dari pembangkit EBT tapi demand-nya belum naik. Kalau PLN rugi, bisa rugi APBN, saya nggak mau," jelas dia.
Menurut dia saat untuk proses facing down coal ini juga melakukan transisi pembiayaan, sehingga tidak semuanya ditanggung oleh Indonesia tapi juga oleh global.
Sebelumnya PLN berencana mengganti PLTU yang saat ini menggunakan batu bara akan dicampur dengan biomassa. Biomassa adalah sejenis energi fosil, tapi biomassa ini merupakan senyawa organik yang berasal dari tanaman pertanian.
Dalam mempensiunkan PLTU berbasis batu bara, jika untuk PLTU yang tidak dioperasikan langsung oleh PLN maka akan menunggu masa kontrak habis.
Pensiun dini untuk PLTU milik PLN, salah satu rencananya juga mencari pihak ketiga untuk mengakuisisi PLTU tersebut. Namun, tentu operasional dari PLTU tetap dipangkas hingga 10 tahun.
Febrio juga mengungkapkan saat ini pemerintah sedang berupaya untuk memulihkan perekonomian akibat pandemi COVID-19. Indonesia saat ini sudah mulai pulih dan kembali ke kondisi ekonomi sebelum pandemi.
"Indonesia sangat beruntung karena hasil kerja keras ekonomi kita 2020 - 2021 terkontraksi 2,1%, mayoritas negara lain jauh lebih besar dan double digit. Harusnya 2021 bisa 5% tapi datang Delta akhirnya bisa 3,7% dan mulai rebound. Ini istimewa karena negara lain belum sampai ke PDB pre pandemi," jelas dia.(dtf)