Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
SALAH satu berita dan tayangan Tribun News Medan (17/2/1020) yang menarik didiskusikan adalah seorang siswa SMA terkesan “membentak” Kadis Pendidikan Kota Pematang Siantar. Peristiwa ini terjadi ketika Dinas Pendidikan melakukan razia (baca: penggrebekan) sejumlah siswa yang sedang berada di kafe dan tempat permainan biliar
Sebagaimana diketahui bahwa Kota Pematang Siantar memberlakukan pembelajaran daring karena meningkatnya jumlah masyarakat yang terkonfirmasi positif. Para siswa yang berkeliaran tersebut digelandang ke Kantor Disdik Siantar untuk diperiksa dan ternyata semuanya negatif.
Berdasarkan tayangan tersebut salah seseorang (diduga ASN Disdik Siantar) dengan nada membentak, menyuruh siswa membuka sepatu dan membentuk barisan. Dalam keadaan seperti itu, Kadis Pendidikan Siantar (Rosmayana Marpaung) menasihati anak-anak (tidak jelas apa yang disampaikan). Selanjutnya, Ibu Kadis berhenti di depan seorang siswa terlihat menepuk dada dan pipi kanan dengan tangan kiri. Si anak pun merespon pertanyaan Ibu Kadis dengan nada tinggi. Seketika, beberapa “pasukan” mendekati si anak dengan berbagai “tudingan”. Singkatnya, memojokkan si anak. Di belakang Ibu Kadis, terlihat seorang ibu yang berkata, “Bu, tolonglah Ibu, saya orang tuanya”.
Respon Beragam
Pada saat tulisan ini disiapkan, sudah 2 ribu yang menyukai, 1.600 mengomentasi, dan telah dibagikan sekitar 200 kali. Respon warganet pun cukup beragam. Setidaknya ada yang menyayangkan perilaku si anak. Juga, menuding Kadis Pendidikan mengambil alih tugas kepala sekolah. Bahkan ada yang berkomentar, “wajar si anak merespon dengan nada tinggi karena Kadis Pendidikan memarahi dan menepuk dada serta pipi di depan umum”.
Terlepas dari beragam tanggapan, tulisan ini berupaya menakar fenomena perilaku peserta didik di era disrupsi ini. Beberapa tahun belakangan ini perubahan sikap dan perilaku anak-anak yang sedang belajar di berbagai satuan pendidikan sangat mengkhawatirkan. Perlawanan aktif dan pasif telah menjadi menu sehari-hari.
BACA JUGA: Kadis Pendidikan Sumut Mundur dan Naluri Akademik
Hampir semua orang tua termasuk pendidik mengeluh dengan sikap anak-anak yang telah jauh menyimpang dari fungsi dan tujuan pendidikan yang tertera dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 (pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab).
Tentu saja penyebabnya sangat kompleks. Dalam berbagai platform media, sebutan bagi generasi milenial ini sangat beragam. Anak-anak yang sedang duduk di bangku SMA/SMK/MA digelari sebagai generasi Z (1996 – 2015). Ada juga yang menyebutnya dengan generasi klik, generasi net atau generasi rebahan. Oleh karena pandemi belum usai, sering juga disebut dengan gererasi corona.
Penelitian Tulgan (2013) menemukan bahwa generasi Z sulit mendefiniskan dirinya karena identitas diri sering berubah sesuai dengan hal-hal yang mempengaruhi mereka berpikir dan bersikap terhadap sesuatu. Oleh karena itu, dalam menghadapi dan mendidik mereka memerlukan berbagai strategi. Cara-cara lama, seperti membentak, memarahi, apalagi memukul hanya akan menambah luka-luka batin mereka.
Perlawanan terang-terangan pun dari mereka tidak dapat dielakkan. Intinya, berhadapan dengan generasi Z ini membutuhkan kesabaran tingkat “dewa.” Jika tidak demikian, guru, orang tua atau siapa pun akan menjadi bulan-bulanan “kemarahan” mereka.
“Tepukan Sayang” Bu Kadis
Ketika menyaksikan video yang masih viral di media sosial tersebut, teringat dengan jeweran sayang Pak Gubsu kepada bang Choky (pelatih biliar) beberapa saat yang lalu. Peristiwa yang “mencederai” atmosfir pendidikan di Sumut ini kebetulan anak-anak yang sedang bermain biliar. Tentu saja tidak ada keterkaitan antara jeweran sayang Pak Edy dan tepukan sayang Bu Rosmayana.
Jika dicermati dengan saksama, siswa yang merespon pertanyaan dengan nada tinggi (terkesan membentak) berawal ketika Bu Kadis memberi “tepukan sayang” kepada si anak. Dada dan pipi sebelah kanan si anak mendapat tepukan edukatif. Hanya, sebagai anak yang memiliki harga diri, “tindak edukasi” semacam ini tidak berterima bagi mereka. Apalagi disertai dengan “nada marah” dan “gertakan” dari beberapa staf Bu Kadis. Wajar saja, si anak berlaku kurang etis.
Serobot Lahan?
Beberapa warganet mengomentari insiden antara siswa SMA dan Bu Kadis Pendidikan tersebut sebagai penyerobotan lahan (baca: kepedulian yang melampaui wewenang). Sebagaimana diketahui bahwa sejak tahun 2016, SMA/SMK/SLB telah menjadi wewenang Dinas Pendidikan provinsi. Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten hanya bertanggung jawab pada satuan pendidikan PAUD/TK/SD/ SMP. Jadi, agak “menarik” dibicarakan ketika Bu Kadis dan timnya menggerebek anak-anak SMA/SMK yang dalam hal ini tanggung jawab Kepala Cabang Dinas Pendidikan Siantar-Simalungun.
Selain itu, sepanjang pengetahuan saya (mohon maaf jika keliru), yang menegakkan peraturan daerah adalah Satuan Polisi Pamong Praja. Artinya, penggerebekan (baca: pembinaan) anak-anak yang berkeliaran pada jam belajar di pusat-pusat keramaian adalah tanggung jawab Satpol PP dan/atau aparat keamanan lainnya.
Apakah penertiban anak-anak yang berkeliaran ini telah menjadi salah satu tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Dinas Pendidikan Kota Siantar? Hanya Bu Kadis yang lebih tahu.
Penutup
Bu Kadis dan timnya telah menunjukkan kepedulian pada dunia pendidikan di Sumut, khususnya di Pematang Siantar. Anak-anak yang berkeliaran pada masa pandemi covid-19, tidak peduli jenjang satuan pendidikannya, mendapat perhatian serius.
Akan hal ini perlu diacungi jempol. Namun, menasihati generasi Z dengan cara-cara “lama” bukan lagi masanya. Akan lebih elegan jika Bu Kadis dan timnya menghubungi Kacabdis (sesuai kewenangan) setempat untuk membina siswa SMA/SMK sebagai generasi emas Indonesia.
====
Penulis Dosen LLDikti Wilayah I Sumut dpk pada Program Magister Universitas Prima Indonesia.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]