Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
SALAH satu hal yang menjadi perhatian dalam kependudukan adalah pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk sendiri diartikan sebagai meningkatnya jumlah populasi dalam suatu negara/wilayah tertentu. Proses pertumbuhan penduduk tersebut dapat disebabkan beberapa faktor, yaitu kematian (mortalitas), kelahiran (fertilitas) dan perpindahan penduduk (migrasi). Jika laju pertumbuhan penduduk di suatu wilayah tinggi tentu akan sangat mempengaruhi besarnya jumlah penduduk di wilayah tersebut dan begitu juga sebaliknya.
Besarnya jumlah penduduk di suatu wilayah biasanya sering dikaitkan dengan pertumbuhan pendapatan per kapita yang mampu mencerminkan kemajuan perekonomian di negara tersebut. Ada yang berpendapat bahwa jumlah penduduk yang besar akan sangat menguntungkan bagi pembangunan ekonomi, hal ini dikarenakan mereka memiliki potensi sumber daya manusia yang besar sehingga dapat bermanfaat untuk meningkatkan produksi barang dan jasa.
Namun, ada juga yang berpendapat bahwa justru jumlah penduduk yang kecil dapat mempercepat proses pembangunan ekonomi. Hal ini dikarenakan potensi sumber daya alam dan “kue pembangunan” dapat terdistribusi secara lebih baik kepada seluruh penduduk.
Selain kedua pendapat di atas, terdapat teori kependudukan optimum, yaitu jumlah penduduk suatu negara harus seimbang dengan sumber-sumber ekonominya. Menurut teori ini pada awalnya pertumbuhan penduduk akan menyebabkan kenaikan pendapatan per kapita, namun jika pertumbuhan penduduk terus meningkat dan tidak dapat dikendalikan serta tidak disertai dengan peningkatan sumber-sumber ekonomi, maka akan dapat menurunkan pendapatan perkapita.
Di Indonesia sendiri pada rentang tahun 2010-2020 mengalami laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 1,25 persen. Hal ini sedikit mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan periode 2000-2010, yaitu sebesar 1,49 persen.
Proses laju pertumbuhan penduduk di Indonesia mengubah struktur komposisi penduduk, dimana saat ini mengarah pada keadaan bonus demografi. Menurut Wasisto (2015), tanda-tanda munculnya bonus demografi di Indonesia dimulai pada awal tahun 1990-an melalui keberhasilan program Keluarga Berencana (KB). Lebih lanjut Wasisto (2015) mengungkapkan keberhasilan program tersebut selama tiga puluh tahun telah mampu menggeser struktur piramida penduduk.
BACA JUGA: Dampak Kenaikan Harga Minyak Goreng Terhadap Kemiskinan
Bonus demografi sendiri diartikan sebagai suatu keadaan dimana penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan lebih besar dibanding usia nonproduktif (65 tahun ke atas) dan biasanya diukur dengan angka depedency ratio (Rasio Ketergantungan). Semakin tinggi angka depedency ratio menunjukkan semakin tingginya beban yang harus ditanggung penduduk produktif untuk menanggung biaya hidup penduduk yang tidak produktif. Sedangkan angka depedency yang rendah menunjukkan rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang tidak produktif.
Berdasarkan data proyeksi penduduk yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020 angka depedency ratio di Indonesia sebesar 47,7 persen. Angka ini memiliki arti bahwa setiap 100 orang yang berusia produktif (15-64 tahun) mempunyai tanggungan sebanyak 48 orang yang belum atau tidak produktif lagi.
Hal ini juga tercermin dari hasil Sensus Penduduk 2020 dimana komposisi penduduk Indonesia didominasi gen Z (penduduk yang lahir pada tahun 1997-2012) sebanyak 27,94 persen, lalu diiukuti oleh generasi milenial (penduduk yang lahir tahun 1981-1996) sebanyak 25,87 persen. Angka depedency ratio ini diproyeksikan akan terus menurun setiap tahun dan akan mencapai puncaknya pada tahun 2030 yaitu sebesar 46,9 persen.
Bonus demografi ini jika dikelola dengan baik akan memiliki beberapa manfaat, antara lain:
Namun selain manfaat di atas, bonus demografi jika tidak dikelola dengan baik malah akan menjadi bumerang yang dapat berdampak buruk bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Ditambah lagi dengan situasi pandemi yang tidak kunjung usai sampai saat ini.
BPS mencatat pada Februari 2020 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Indonesia sebesar 69,21 persen, namun akibat pandemi pada Agustus 2021 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Menurun menjadi 67,80 persen. Hal ini juga tercermin pada angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dimana pada Februari 2020 angka TPT di Indonesia sebesar 4,94 persen, namun meningkat pada Agustus 2021 menjadi 6,49 persen.
Kondisi di atas membuktikan bahwa kondisi pandemi mengakibatkan penurunan tingkat produktivitas dan kesempatan kerja bagi penduduk produktif, BPS juga mencatat bahwa tingkat kesempatan kerja juga mengalami penurunan dimana pada Februari 2020 sebesar 95,06 menjadi 93,51 pada Agustus 2021.
Hal ini tentu akan menjadi tantangan sendiri bagi Indonesia dalam menyongsong kondisi bonus demografi, jangan sampai bonus demografi yang harusnya dapat memberikan dampak positif, akibat pandemi malah memberikan dampak negatif bagi perekonomian negara. Ditambah lagi saat ini kita memasuki era revolusi industri 4.0 dimana terjadi perubahan pola perilaku dan kebiasaan yang sangat drastis.
Untuk itu dalam menyongsong kondisi bonus demografi jurus pertama yang harus dilakukan adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia, SDM yang berkualitas menjadi kunci untuk dapat berinovasi dalam membentuk lapangan kerja yang baru.
Jurus kedua adalah membangun infrastruktur yang tepat guna dan tepat sasaran yang mampu mendukung pembangunan ekonomi. Jika dua hal tersebut dapat kita sinergiskan bukan tidak mungkin kondisi bonus demografi yang saat ini kita alami akan mengantarkan Indonesia keluar dari Middle Income Trap Country.
====
Penulis adalah pegawai Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Asahan.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]