Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
medanbisnisdaily.com-Medan. Pasangan suami istri (pasutri) Syafda Ridha Syukurillah alias Ridho dan Devi Andria Sari (berkas penuntutan terpisah), akhirnya dijatuhi hukuman berbeda, dalam persidangan online di Ruang Cakra 8 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (7/3/2022) sore.
Terdakwa Ridho dihukum 5,5 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsidair (bila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana) 2 bulan kurungan.
Sedangkan istrinya, Devi Andria Sari selaku Pimpinan Cabang (Pinca) PT Pegadaian (Persero) UPC Perdamaian, Kecamatan Langkat dihukum lebih ringan yakni 3 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan.
Ketua majelis hakim diketuai Immanuel Tarigan didampingi anggota Eliwarti dan Rurita Ningrum dalam amar putusannya menyatakan sependapat dengan tim JPU dari Kejatisu.
Dari fakta-fakta hukum terungkap di persidangan, kedua terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair, melainkan dakwaan primair.
"Terdakwa diyakini telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsidair, Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHPidana," urai Immanuel.
Yakni melakukan atau turut serta melakukan dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orangan lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kesempatan atau sarana karena jabatan atau kedudukan yang ada padanya yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Bedanya, mantan orang pertama di PT Pegadaian (Persero) UPC Perdamaian tersebut tidak dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan karena majelis hakim berkeyakinan terdakwa Devi tidak ikut menikmati uang hasil tindak pidana korupsi tersebut.
Sebaliknya terdakwa Syafda Ridha Syukurillah dihukum membayar UP sebesar Rp 2.163.833.228. Sebab istri terdakwa Devi Andria Sari sebelumnya telah mengembalikan Rp 127 juta dari total kerugian keuangan negara Rp 2,26 miliar lebih.
Dengan ketentuan sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap maka JPU menyita harta bendanya kemudian dilelang.
Bila nantinya juga tidak mencukupi menutupi UP kerugian keuangan negara tersebut maka diganti dengan pidana 3 tahun penjara.
Diketahui, terdakwa Devi karena jabatannya dalam kurun waktu tahun 2019 hingga 2020 menyetujui 306 transaksi permohonan suaminya tanpa prosedur. Alias dengan memborohkan emas palsu sebanyak 303 transaksi. Tiga transaksi di antaranya tanpa jaminan (boroh). Namun semuanya dicairkan dengan taksiran seolah emas asli.
"Seharusnya lebih dulu mendapat persetujuan dari kasir, si pemohon gadai (pinjaman) datang langsung ke Kantor Pegadaian membawa serta emas asli yang akan digadai. Terdakwa Devi juga menyetujui pencairan pinjaman taksiran maksimal yang seharusnya atas persetujuan Kacab Pegadaian Tanjungpura. Terdakwa Ridho juga menggunakan KTP dan bukan tanda tangan ketiga adik istrinya," beber hakim anggota Rurita Ningrum.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim sama dengan tuntutan JPU alias Conform. JPU dari Kejati Sumut, Ingan Malem Purba sebelumnya menuntut terdakwa Ridho agar dipidana 5,5 tahun penjara. Bedanya hanya di tuntutan denda yakni Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan berikut membayar UP Rp 2,26 miliar lebih subsidair 3 tahun penjara.
Sedangkan terdakwa Devi dituntut pidana 4,5 tahun penjara dan denda serta subsidair yang sama.