Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
SELAIN soal stok dan kelancaran distribusi, masalah penimbunan komoditas menjadi faktor utama yang menimbulkan kelangkaan bahan pangan. Untuk mengantisipasi hal ini, pemerintah melalui Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin menginstruksikan kepada seluruh penegak hukum untuk dapat menindak penimbun pangan.
Pernyataan Wapres Ma’ruf Amin ini disampaikan selesai meninjau Gudang Bulog, Kelapa Gading, Jakarta, Jumat (11/3/2022). Pada kesempatan sebelumnya Wapres juga berkunjung ke kantor Kementerian Pertanian memonitor dan mengevaluasi ketersediaan pangan menjelang Ramadhan dan Lebaran 2022
Wapres meminta kepada Menteri Perdagangan untuk memastikan kembali supaya pasokan distribusi bahan pangan pokok jelang bulan suci Ramadan dapat berjalan lancar. Secara rasional, tugas pemerintah adalah menjaga supaya harga tetap stabil yakni tidak naik sampai memberatkan konsumen, tapi tak terlalu murah hingga merugikan produsen beras. Saat Bulog menyerap gabah petani maka situasi penurunan harga bisa diantisipasi supaya tidak merugikan petani karena harga yang sangat murah.
Skema taktis yang disiapkan oleh pemerintah boleh merupakan langkah taktis dalam menciptakan bantalan ekonomi demi responsif dalam menjaga stabilitas ekonomi, sekaligus kesiapan sumber daya manusia menghadapi ketidakpastian (instabilitas) global. Masifnya revolusi industri 4.0 yang disusul tekanan Covid-19 dan ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina membuat Indonesia sedikit sulit memprediksi tantangan ekonomi kedepan.
Bantalan Antisipasi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Sidang Terbuka Dies Natalis ke-46 Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Jumat (11/3/2022) telah menyebut saat ini semua negara dunia mengalami kelangkaan energi. Ditambah situasi krisis antara Rusia dan Ukraina tak pelak telah membuat semua harga komoditas dunia menjadi naik berkali lipat sehingga hal ini menyebabkan terjadinya pertumbuhan inflasi tinggi pada banyak ekonomi negara dunia.
Presiden menyoroti kenaikan harga minyak dunia yang mencapai level 130 dollar AS per barel tahun ini, atau dua kali lipat dari harga yang dipatok pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 sebesar 63 dollar AS per barel. Selain masalah minyak, Presiden menyebut beberapa negara dunia sudah mulai mengalami kenaikan harga pangan, seperti gandum dan kedelai,yang dipicu kelangkaan kontainer karena tarif logistik yang meningkat.
Berdasarkan data dari World Container Index, awal Maret 2022 harga kontainer naik enam kali lipat dari sebelum pandemi, yakni 1.579 dollar AS menjadi 9.477 dollar AS pada Februari 2022.Kenaikan harga kontainer turut membebani harga barang logistik yang dikirim ke konsumen. (World Container Index, 2022).Efeknya melahirkan terjadinya kenaikan inflasi.
Untuk itulah, masyarakat diharapkan bijak dalam mengelola perubahan makro ekonomi sekaligus merawat ketahanan mikro ekonomi. Selain menyiapkan kebijakan responsif demi stabilitas ekonomi, menghadapi ketidakpastian ekonomi global, pemerintah juga mengajak semua pihak mempercepat kesiapan sumber daya manusia demi menyongsong lonjakan bonus demografi yang mempengaruhi stabilitas ketahanan pangan nasional.
BACA JUGA: Mengawasi Sistem Distribusi Minyak Goreng Nasional
Melihat pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang diubah menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020, pemerintah bisa memperlebar defisit APBN di atas 3 persen selama tiga tahun. Membaca pokok rasional ini, fleksibilitas APBN juga telah mendorong ketahanan ekonomi sampai akhir 2021 yang menghasilkan nilai ekonomi sebesar 3,69 persen. Pertumbuhan terus berjalan meski pada pertengahan 2021 aktivitas perekonomian telah dihantam wabah Covid-19 varian Delta. Namun, nilai Produk Domestik Bruto (PDB) riil Indonesia 2021 tetap berada pada level 101,5, lebih tinggi dari level sebelum pandemi.
Dengan demikian, APBN Indonesia dirasa cukup mampu melindungi negara dari ancaman krisis masa depan terutama krisis pangan. Masalah krisis pangan menjadi atensi penting jelang Ramadhan, apalagi ditengah langkanya minyak goreng dan mahalnya harga beras di pasar tradisional, semua ini jelas menjadi tantangan serius bagi ketahanan pangan Indonesia sebagai negara agraris memiliki sumber daya alam pertanian yang sangat besar.
Langkah Rasional
Langkanya minyak goreng dan mahalnya kebutuhan pokok jelas menjadi anomali dalam ekonomi nasional. Karena berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag RI), sampai hari ini Indonesia penghasil minyak sawit mentah atau CPO terbesar dunia dengan nilai produksi hampir 47 juta ton / tahun, sementara kebutuhan minyak goreng nasional setara 6,1 juta ton/tahun dan sekitar 40 persen untuk konsumsi masyarakat kelas menengah bawah. (Kemendag RI, 2022). Namun masih terjadinya kelangkaan dan kenaikan harga pangan secara sepihak jelas menunjukkan jika ada ketidakseimbangan produksi dan konsumsi yang terus meningkat.
Di sisi lain, sumber pangan dan energi baru terbarukan yang berasal dari sumber yang sama membuat terjadinya perebutan pasokan pangan sebagai sebuah sentrisme pokok. Kita dapat lihat jika sampai saat ini negara Indonesia masih mengandalkan Crude Palm Oil (CPO) sebagai bahan baku pangan sekaligus energi. Sementara negara Korea Selatan, Cina lebih mengandalkan umbi-umbian, sedangkan tebu diandalkan oleh masyarakat di negara Brasil. Kondisi ini menyebabkan harga pangan dunia menjadi naik signifikan.
Berdasarkan data dari Food Agriculture Organization pada 2021, disebutkan jika jika rata-rata kenaikan harga komoditas pangan mencapai 32,8 persen, beberapa komoditas naik di atas itu, termasuk hortikultura dan minyak nabati. Kenaikan harga CPO ini terjadi sejak 2020 dan kedelai sejak 2019. Karena itu, wajar jika setiap negara harus menyesuaikan Neraca Komoditas Global dalam Neraca Komoditas Nasional, karena mempertimbangkan kekuatan produksi lokal, kebutuhan, geopolitik,dan kebijakan perdagangan yang berlaku di negara tersebut.
Perbedaaan kebutuhan pangan setiap pangan sejatinya tercermin dalam Global Food Security Index (GFSI) yang dilaporkan secara berkala oleh The Economist Impact dengan memasukkan empat parameter penting terkait kebutuhan pangan sebuah negara.
Pertama, keterjangkauan, ketersediaan, mutu dan keamananpangan, serta sumber daya alam dan ketahanannya. (The Economist Impact, 2021). Pada 2021, peringkat GFSI Indonesia turun 12 menjadi peringkat ke-69 dari 113 negara, kalah dari Singapura (15), Malaysia (39),Thailand (51),Vietnam (61), dan Filipina (64). Merosotnya peringkat ini jelas menjadi tantangan yang harus dibenahi oleh pemerintah Indonesia.
Menghadapi masalah ini penataan kebijakan pangan nasional haruslah dijalankan secara berkelanjutan, konsisten, serta berbasis data analisis yang tepat, supaya memenuhi berbagai kebutuhan pangan lokal, nasional, regional, maupun global.Apalagi ditengah langkah rasional dalam meningkatkan ketahanan pangan maka membenahi sistem pangan nasional menjadi hal mutlak yang wajib dilakukan pemerintah.
Hal ini sangatlah beralasan karena sejak awal pandemi Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI) menunjukkan produksi pangan di Indonesia mengalami kontraksi sebesar 10%. Penurunan ini disebabkan musim kemarau yang berkepanjangan sehingga panen padi menjadi mudah tergeser ke kuartal berikutnya.
Beberapa bukti menunjukkan jika wabah Covid-19 telah meningkatkan jumlah warga miskin negara ini. (BPS RI, 2021). Data terbaru menunjukkan kemiskinan di kawasan agraris pada 2021 mengalami peningkatan dari 9,2% menjadi 9,8%. (BPS RI, 2021) Jika membaca data ini maka penduduk miskin Indonesia tengah mengalami kenaikan sebesar 1,6 juta jiwa, meningkat dari 24,8 juta jiwa menjadi 26,4 juta jiwa dalam periode sejak awal pandemi (Badan Pusat Statistik, 2021). Kondisi ini memberi bukti penting jika banyak masyarakat Indonesia yang berisiko masuk kedalam kelompok rawan pangan.
Sangat dikhawatirkan jika wabah pandemi ini berlangsung lebih lama maka situasi ini memengaruhi ekonomi lokal secara masif. Untuk itulah, pemerintah perlu memperbaiki akses pangan masyarakat supaya melindungi daya beli masyarakat yang rentan pangan. Kuncinya satu, memberikan keadilan sosial seluruh masyarakat Indonesia. Dengan stabilnya proses hulu dan hilirisasi penataan pangan menunjukkan jika pemerintah benar-benar menjaga sistem ketahanan pangan nasional.
====
Penulis Eksekutif Peneliti Jaringan Studi Indonesia.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]