Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Invasi Rusia ke Ukraina membuat harga gandum naik signifikan. Seperti diketahui, Ukraina merupakan salah satu negara penghasil gandum terbesar yang memasarkan komoditasnya ke seluruh dunia. Pada 2021, sebanyak 26% kebutuhan gandum Indonesia diimpor dari Ukraina. Data menunjukkan, setelah 24 Februari 2022, harga gandum meroket hingga 50% selama perang berlangsung.
Pada tanggal 24 Februari 2022, harga gandum masih dikisaran US$ 888/bushel. Sempat naik hingga menyentuh US$ 1.278/bushel pada tanggal 7 Maret. Saat ini, harga gandum masih mahal dan dibanderol dikisaran US$ 1.100/bushel-nya.
"Gandum sebagai bahan baku pembuat biskuit, mie instan, roti, hingga kue. Dan umumnya gandum ini didatangkan dengan cara diimpor. Itu artinya, kita sangat bergantung pada gandum dengan harga yang terbentuk di pasar internasional. Perang Rusia-Ukraina membuat harganya mahal dan produk turunannya seperti mie instan, roti, kue, biskuit bisa saja mahal. Meski saat ini harganya masih terpantau stabil, tapi jika harga gandum masih mahal, maka produsen akan menyesuaikannya," kata pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin, Rabu (23/3/2022).
Gunawan mengatakan, sampai saat ini, harga tepung berdasarkan hasil pemantauan pihaknya, masih berada dikisaran Rp 9.000/kg untuk tepung terigu, tepung beras sekitar Rp 7.000/kg, tepung jagung dikisaran Rp 9.000/kg. Untuk tepung terigu dengan beberapa merek ternama harganya berada dikisaran Rp 10.000 hingga Rp 12.000/kg.
Sejauh ini, kata Gunawan, produk turunan dari gandum harganya masih bertahan dan belum mengalami perubahan. Menurutnya, harga yang belum berubah tersebut lebih diakrenakan oleh elastisitas produk turunan gandum itu sendiri. Dimana sebagian besar produk turunan gandum itu sangat elastis terhadap perubahan harga dan permintaan.
"Artinya, saat terjadi kenaikan harga, sejumlah produk turunan gandum itu bisa saja mengalami penurunan penjualan. Hal ini yang menurut saya membuat harga belum dinaikkan. Tetapi untuk jenis mie instan merek tertentu saya yakin sifatnya inelastis. Artinya kenaikan harga tidak lantas membuat penjualan akan mengalami penurunan," kata Gunawan.
Dari hasil penelurusannya, gandum yang dibeli melalui transaksi komoditas berjangka. Artinya pengusaha sudah membeli di harga sebelum terjadinya perang. Sehingga harga produk turunan gandum masih mampu stabil. Namun menurutnya, jangan terlena dengan hal ini karena yakin tidak semua pengusaha itu melakukan transaksi berjangka dalam menjaga stok untuk waktu yang lama.
"Sehingga stok bisa saja berkurang atau habis, dan mereka membeli gandum dengan harga yang baru. Saya mewanti-wanti justru nanti kenaikan harga produk turunan dari gandum terjadi paling dekat di bulan ramadan yang jatuh pada April mendatang," kata Gunawan.
Dia menambahkan, kabar terkait adanya gangguan pasokan pada mie instan ini tentunya menjadi perhatian serius kedepan. Gangguan pasokan gandum nantinya bisa memicu kenaikan harga. Menurutnya, ramadan tahun ini akan menjadi 'bencana' inflasi bagi Sumut.