Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdsily.com-Medan. Sekelompok orang yang menamakan diri Sekber NKRI berupaya menghambat proyek Kota Deli Megapolitan dengan cara melakukan klaim sepihak atas tanah yang dikerjasamakan antara PTPN2 dengan Ciputra KPSN di lokasi Jalan Pertempuran, No 58, Simpang Brayan, Kecamatan Labuhandeli, Kabupaten Deliserdang. Padahal, secara sah dan meyakinkan lokasi tersebut memang dari awalnya eks gudang tembakau yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari HGU dan dapat dibuktikan di Kantor BPN Deliserdang.
Hal itu dikemukakan Kepala Security Proyek Pembangunan Kota Deli Megapolitan, Abdul Halim Tamba, ketika menanggapi ditangkapnya 17 orang pendemo anarkis di lokasi pembangunan proyek Kota Deli Megapolitan di Jalan Pertempuran, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhandeli, Sabtu (30/4/2022).
Dikatakan Abdul Halim Tamba, unjuk rasa yang dilakukan sekelompok orang mengatasnamakan Sekber NKRI tersebut sangat anarkis. Mereka memaksa para pekerja bangunan menghentikan pekerjaannya, bahkan sempat menggembok pintu gerbang proyek, sehingga pengerjaan proyek tertunda.
"Melihat situasi yang mencekam, saya melaporkan aksi demo anarkis itu ke Polres Pelabuhan Belawan dan langsung melaporkannya kepada Kapoldasu. Alhamdullilah, beberapa menit kemudian, aparat kepolisian datang dan langsung menangkap para pendemo anarkis tersebut," ujar Abdul Halim Tamba didampingi Rendy Siregar dari Bidang Legal Citraland Helvetia.
Dikatakan Tamba, aksi yang dilakukan kelompok Sekber NKRI itu sudah beberapa kali terjadi dan bahkan meminta tuntutan hingga Rp 2 miliar. Jika tuntutan dipenuhi maka mereka tidak akan melakukan aksi demo lagi.
Aksi demo anarkis tersebut dinilai sama dengan aksi premanisme, sehingga menghambat kegiatan investasi dan pembangunan.
"Saat mereka berbuat anarkis, polisi langsung datang dan menangkap mereka. Dari 17 orang yang ditangkap, dua di antaranya wanita dan 15 orang lagi pria termasuk Ketua Sekber NKRI berinisial SAS alias K, sekretaris dan bendahara," sebut Tamba dan mengapresiasi sikap tegas Kapoldasu Irjen Pol Panca Simanjuntak dalam memberantas segala bentuk tindak kriminal dan premanisme.
Para pendemo anarkis tersebut sempat diamankan di Polres Pelabuhan Belawan dan selanjutnya dilimpahkan ke Poldasu.
"Terima kasih kepada bapak Kapoldasu yang cepat merespon keluhan warga, sekaligus menangkap para pendemo anarkis tersebut," kata Tamba.
Terpisah, Kepala Bagian Hukum PTPN2, Ganda menerangkan, modus operandi yang terjadi di lokasi yang digugat oleh Sekber NKRI tersebut sering kali terjadi di tanah milik PTPN yang lain, secara terstruktur dan terorganisir. Mafia tanah menciptakan surat-surat kepemilikan tanah atas nama masyarakat yang jumlahnya ratusan orang seperti, Surat Keterangan Tanah Desa, Surat Keterangan tentang Pembagian Tanah Sawah dan Ladang yang diterbitkan antara tahun 1952 sampai 1953, surat Landreform dan surat grand Sultan di atas lahan HGU PTPN II.
Warga yang jumlahnya ratusan orang tersebut dikoordinir oleh mafia tanah untuk memberikan kuasa kepada kantor pengacara yang ditunjuk oleh mafia tanah untuk mengajukan gugatan di pengadilan. Dari investigasi yang dilakukan, terungkap fakta-fakta, di antaranya masyarakat yang tercantum dalam surat-surat tersebut tidak mengetahui surat yang menjadi dasar gugatan tersebut dan tidak mengetahui lokasi tanah dan data masyarakat dalam surat tanah tersebut fiktif.
Selain modus dengan cara mengajukan gugatan di pengadilan, mafia tanah juga mempergunakan warga untuk menduduki dan menguasai tanah PTPN II dengan dalil bahwa tanah tersebut merupakan milik orang tua mereka.