Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
PANDEMI Covid19 belum usai, kini dunia dihadapkan dengan ancaman kesehatan baru. Pemerintah Indonesia mengimbau agar masyarakat waspada terhadap penyakit hepatitis misterius yang menyerang anak-anak.
Seperti yang dilansir dari laman CNBCIndonesia.com, (8/05) - Sejak secara resmi dipublikasikan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) oleh WHO, jumlah laporan kasus hepatitis terus bertambah, tercatat lebih dari 170 kasus dilaporkan oleh lebih dari 12 negara.
WHO pertama kali menerima laporan pada 5 April 2022 dari Inggris Raya mengenai 10 kasus hepatitis akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis of Unknown aetiology ) pada anak-anak usia 11 bulan-5 tahun pada periode Januari hingga Maret 2022 di Skotlandia Tengah.
Gejala klinis berupa peningkatan enzim hati, sindrom jaundice (penyakit kuning) akut, dan gejala gastrointestinal (nyeri abdomen, diare dan muntah-muntah). Sebagian besar kasus tidak menemukan adanya gejala demam.
Penyebab dari penyakit tersebut pun masih belum diketahui. Melalui pemeriksaan laboratorium di luar negeri, virus hepatitis tipe A, B, C, D dan E bukan menjadi penyebab dari penyakit tersebut.
Indonesia sendiri hingga saat ini telah teridentifikasi memiliki 15 kasus, yakni 5 dengan kasus kematian, dan 10 dalam perawatan.
Tentu hal ini menambah ketakutan di tengah masyarakat terutama kaum ibu. Para ibu akan dua kali lipat merasa lebih cemas bila sudah menyangkut kesehatan dan keselamatan anak-anak.
Namun, sampai detik ini pemerintah Indonesia belum mengambil langkah-langkah dan kebijakan signifikan untuk pencegahan dan penanganan penyakit hepatitis akut ini. Pemerintah hanya mengimbau agar masyarakat untuk menjaga kesehatan dan kebersihan saja.
BACA JUGA: Taaruf Tidak Sama dengan Pacaran
Padahal, bila tidak segera dilakukan tindakan preventif oleh pemerintah, maka kasusnya bisa semakin meningkat dan bisa mengakibatkan “double killer” di Indonesia. Jangan sampai seperti kejadian yang sudah-sudah. Penyakit sudah meluas, kasus meninggi, pemerintah kalang-kabut mengatasinya, akhirnya kebingungan pilih pemulihan ekonomi atau kesehatan rakyat.
Mengingat penyakit hepatitis misterius ini penyebarannya bukan berasal dari Indonesia, maka semestinya pemerintah sudah harus memblokir navigasi imigrasi dari dan ke luar negeri. Ini langkah yang paling memungkinkan yang perlu dilakukan pemerintah. Pemerintah sudah seharusnya tidak melihat aspek untung-rugi (ekonomi, investasi dan sebagainya) bila menghadapi ancaman kesehatan global.
Juga mengingat menjaga kesehatan anak-anak di negeri ini dari ancaman wabah penyakit adalah tanggung jawab bersama, terutama menjadi tanggung jawab negara, karena negaralah yang memiliki wewenang dan regulasi untuk mengidentifikasi penyebab serta mengantisipasi penyebaran suatu wabah penyakit. Hal ini juga bagian dari menyelamatkan dan menjaga generasi penerus bangsa.
Sebagaimana Islam dalam Sistem Pemerintahannya akan melindungi dan menjaga masyarakat yang ada di dalamnya. Syariat telah menjelaskan bila ada suatu wabah penyakit di suatu daerah janganlah masuk atau keluar dari daerah tersebut. (HR. Bukhari Muslim).
Islam juga mensyariatkan untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Serta negara akan mengupayakan pengobatan melalui penelitian oleh dokter dan ahli yang di monitoring oleh negara.
====
Penulis Pegiat Literasi Islam, Aktivis Dakwah, Alumni Sastra Inggris, UISU.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]