Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Helsinki. Wanita-wanita di Finlandia ramai-ramai belajar kemampuan bertempur demi membantu mempertahankan negaranya jika terjadi serangan militer. Fenomena itu terjadi di tengah kekhawatiran yang dipicu invasi militer Rusia ke Ukraina.
Seperti dilansir Reuters, Selasa (7/6/2022), Sissi Moberg menjadi salah satu wanita Finlandia yang mendapati dirinya, beberapa hari usai Rusia menginvasi Ukraina, menjelajahi internet untuk mencari kursus yang bisa mengajarinya kemampuan bertahan dan bertempur jika negaranya dilanda serangan militer.
"Saya merasa sangat sedih untuk rakyat Ukraina. Dan kemudian saya mulai khawatir soal Finlandia dan berpikir apa yang bisa saya lakukan soal ini," tutur Moberg (46) yang merupakan ibu dari empat anak ini kepada Reuters.
Dalam waktu beberapa pekan, Moberg telah mengikuti kursus yang ditujukan untuk tentara cadangan dan belajar cara menggunakan senjata api serta bergerak di medan perang.
Perang di Ukraina memicu kewaspadaan besar di Finlandia, yang berbagi perbatasan sepanjang 1.300 kilometer dengan Rusia dan selama Perang Dunia II menghadapi dua perang melawan Uni Soviet yang memicu hilangnya sepersepuluh wilayahnya. Sekitar 100.000 tentara Finlandia gugur dalam perang itu.
Bahkan didorong oleh invasi Rusia, Finlandia akhirnya meninggalkan kebijakan pertahanan dan keamanan yang dipegang selama berpuluh-puluh tahun dengan mendaftar keanggotaan aliansi NATO bulan lalu.
Dalam pernyataannya, Asosiasi Kesiapsiagaan Darurat Nasional Wanita Finlandia menyatakan bahwa tuntutan untuk kursus mereka melonjak sejak Februari.
"Sesaat usai perang terjadi, telepon kami terus berdering dan email terus masuk ... dan tentu saja permintaan untuk pelatihan meningkat," ucap Kepala Komunikasi Asosiasi Kesiapsiagaan Darurat Nasional Wanita Finlandia, Suvi Aksela.
Tren ini sesuai dengan tradisi lama Finlandia untuk relawan masa perang di kalangan wanita yang, bertentangan dengan pria, tidak diharuskan ikut wajib militer.
Menurut data dari militer Finlandia, sekitar 19 persen personel militer profesional -- dari total 13.000 personel -- merupakan wanita, meskipun hanya 1-2 persen tentara wajib militer merupakan wanita.
Dalam kursus yang diikutinya pekan lalu, Moberg mendapatkan pelatihan bertahan hidup yang digelar di sebuah pangkalan militer di Hattula, yang berjarak 100 kilometer dari ibu kota Helsinki.
Selama tiga hari, Moberg bersama lebih dari 300 wanita lainnya belajar cara membangun tenda, menyalakan api di tengah hujan, melakukan navigasi di tengah hutan dan memberikan pertolongan pertama.
Menurut Asosiasi Kesiapsiagaan Darurat Nasional Wanita Finlandia, sekitar 500 wanita lainnya masih ada dalam daftar tunggu untuk mendapatkan pelatihan semacam itu. Asosiasi ini merupakan kelompok relawan yang menggelar pelatihan tahunan untuk wanita sipil soal keterampilan dalam situasi krisis. Asosiasi ini juga menerima pendanaan publik dan bisa menggunakan fasilitas militer serta peralatan militer untuk pelatihan.
Moberg tidak sendirian dalam kekhawatiran atau keinginan mempertahankan Finlandia. Menurut polling yang dirilis Kementerian Pertahanan Finlandia bulan lalu, sekitar 85 persen warga Finlandia memandang Rusia memiliki dampak negatif untuk keamanan negara itu -- dibandingkan 34 persen dalam polling tahun 2007.
Polling yang sama menunjukkan sekitar 83 persen warga Finlandia berpikir mereka harus mengangkat senjata jika terjadi serangan militer terhadap negara mereka, meskipun hasilnya tidak pasti.(dtc)