Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara, Benny Harianto Sihotang, bersuara terkait pernyataan PT Inalum tidak membayar pajak air permukaan (PAP).
Benny yang pernah menjabat Ketua Komisi C DPRD Provinsi Sumut itu mengakui ada persoalan yang belum selesai antara PT Inalum dengan Pemprov Sumut. Ketika Benny masih menjadi Ketua Komisi C, wilayah kerjanya meliputi PT Inalum.
Kepada wartawan di Medan, Selasa (05/07/2022), ia mengatakan salah satu alasan permasalahan PAP ini dikarenakan dahulunya ada perbedaan perhitungan pajak permukaan air tersebut yang menyebabkan adanya kelebihan pembayaran pajak PAP dari Inalum kepada Pemprov Sumut paskaterbitnya putusan PK oleh MA dan Pengadilan Pajak.
PT Inalum keberatan dengan langkah Pemprov Sumut yang menagih PAP terhadap Inalum berdasarkan tarif industri progresif sebesar Rp 1.234-1.444/m3 dengan pajak selama satu tahun PT Inalum (Asahan II) mencapai sekitar Rp 500-Rp600 miliar
Inalum merasa keberatan terhadap besaran pajak yang dikenakan oleh Pemprov Sumut karena dinilai tidak adil, terutama ketika dibandingkan dengan PAP yang dikenakan terhadap Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang juga merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Inalum meminta Pemprov Sumut mengganti beban pajaknya berdasarkan tarif pembangkit listrik, bukan tarif industri. "Itulah pangkal persoalannya," kata Benny yang kini duduk di Komisi D DPRD Sumut.
Saat itu, Inalum sudah membayar Rp 536 miliar, yang apabila ditambah bunga selama beberapa waktu inilainya sudah menjadi Rp 739 miliar.
Intinya lanjut dia, ada persoalan yang belum juga selesai antara PT Inalum dengan Pemprov Sumut, yang sebetulnya sejak lama sudah muncul imbauan agar PT Inalum bersama Pemprov Sumut duduk bersama untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Di mana, sambungnya lagi, telah terdapat kesepakatan antara PT inalum dan Pempov sumut tekait dengan tarif HDAP yang semula Rp 75/kwh menjadi Rp 198/kwh, yang selanjutnya akan dituangkan dalam peraturan gubernur (Pergub).
Ketika dia masih menjabat Ketua Komisi C, komisi C meminta pihak PT Inalum dan Pemprov Sumut menjalankan rekomendasi Komisi C DPRD Sumut yakni menyelesaikan perihal pengembalian pembayaran PAP ini.
"Kita sudah keluarkan rekomendasi dan di dalam RDP, mereka (PT Inalum dan Pemprov Sumut) sudah sepakat untuk segera menyelesaikan persoalan ini. Karena ketika tarif PAP Rp 198 per Kwh ini diberlakukan, maka semua perusahaan yang menggunakan air permukaan akan mengikutinya," ujarnya.
Waktu itu, lanjut dia, kalau dihitung kasar saja, pada tarif yang lama, PAP yang dibayar berkisar Rp30-Rp 32miliar per tahun. Dan dengan tarif baru tersebut, ada peningkatan pembayaran pajak menjadi Rp 60 miliar per tahun, tergantung kepada besarnya daya listrik yang dibangkitkan oleh PT Inalum dalam menjalankan operasinya.
"Sekali lagi apa yang saya sampaikan bukan mengkonter rekan kerja kami di DPRD Sumut, saya hanya menjawab berdasarkan pertanyaan Anda saja, kebetulan waktu itu saya Ketua Komisi C di mana persoalan Inalum-Pemprov ini merupakan wilayah kerja saya," tutupnya.