Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin, mengatakan, Sumatra Utara (Sumut) memang membutuhkan relaksasi kebijakan ekspor CPO agar harga TBS sawit di tingkat petani bisa mengalami pemulihan.
"Saya menilai pengusaha tidak punya pilihan lain selain untuk mengikuti kebijakan yang diambil pemerintah. Pada dasarnya ada komitmen yang kuat untuk lebih memprioritaskan pasokan bahan baku di tanah air," katanya, Kamis (14/7/2022).
Gunawan mengatakan, pemerintah harusnya segera melakukan relaksasi kebijakan ekspor CPO. Kebijakan yang tengah dieksekusi pada hari ini diharapkan bisa di akselerasi. "Karena kalau bicara Sumut, jelas yang paling dirugikan dengan kebijakan tersebut. Dan tentunya dengan penurunan harga CPO belakangan ini, jelas harga TBS potensial nantinya itu di bawah Rp2.000/kg dari capaian tertinggi sebelumnya yang sempat menyentuh 3.200/kg," katanya.
Gunawan mengatakan, pada bulan Mei 2022 silam, saat harga CPO dunia berada di kisaran MYR6.000 hingga MYR7.000/ton, petani sawit tidak menikmati lonjakan harga tersebut dikarenakan adanya kebijakan larangan penjualan produk turunan minyak kelapa sawit, seiring dengan langkah pemerintah yang berupaya untuk menekan harga minyak goreng di tanah air.
Sejauh ini memang harga minyak goreng khususnya minyak goreng curah sudah mengalami penurunan meskipun di beberapa tempat harganya masih di atas HET. Tugas untuk menstabilkan harga pada dasarnya belum selesai. Akan tetapi disisi lain, petani maupun dunia usaha khususnya yang bergerak di industri pengolahan kelapa sawit dirugikan.
"Jadi jika relaksasi kebijakan ekspor dilakukan pemerintah, itu pada dasarnya bentuk proteksi yang untuk menyelamatkan konsumen minyak goreng di tanah air. Saya menilai pemerintah sejauh ini lebih memprioritaskan pengendalian harga minyak goreng di tanah air terlebih dahulu. Selanjutnya baru relaksasi diberikan untuk ekspor minyak goreng," katanya.
Kalau belajar dari pengalaman sebelumnya, dimana saat harga CPO naik tinggi, dan harga minyak goreng juga ikut naik. Dan pada saat itu regulasi terkait pengendalian ekspor CPO (DMO/DPO) juga dikeluarkan. Namun pada kenyataannya kebijakan itu sebelumnya tidak memberikan dampak apapun terhadap pembentukan harga minyak goreng di tanah air.
Yang ada malah kelangkaan untuk jenis minyak goreng yang harganya pada saat itu didorong untuk sesuai HET. Nah belajar dari kejadian tersebut, pemerintah seakan tidak mau kecolongan untuk yang kedua kalinya. Regulasi yang dibuat sebelumnya diimplementasikan dengan pengawasan serta eksekusi yang serba ketat yang pada akhirnya justru memicu masalah bagi dunia usaha di hulu, seperti petani dan industri pengolahan.
Menurut Gunawan, yang menjadi persoalan, beban masalah itu bukan hanya terletak pada harga TBS yang murah saat ini. Tetapi disisi lain harga pupuk yang naik, ditambah dengan kenaikan pengeluaran harian para petani seiring dengan lonjakan inflasi, membuat nilai tukar petani sektor perkebunan mengalami tekanan.
"Jadi relaksasi ekspor itu diharapkan bisa dilakukan agar harga TBS di tingkat petani bisa mengalami pemulihan. Karena tren-nya masih terus merosot," kata Gunawan.