Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
PRESIDEN Joko Widodo dalam berbagai pidatonya sering menekankan agar aparatur di semua level untuk melakukan terobosan-terobosan demi perbaikan pelayanan publik secara lebih signifikan, serta dapat lebih bertanggung jawab dan akuntabilitas dalam mempergunakan sumberdaya dan menjalankan kewenangannya.
Pada Juli 2021, Presiden Jokowi juga secara resmi telah meluncurkan Core Values BerAKHLAK dan Employer Branding ASN. Presiden menyampaikan baik ASN pusat maupun daerah dan dalam berbagai jabatan hendaknya memiliki nilai dasar yang sama, yaitu memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat. Menurut Kepala Negara, sudah tidak lagi zamannya ASN minta dilayani seperti era kolonial.
Pada 7 September 2022, Presiden melantik Abdullah Azwar Anas menjadi Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Reformasi dan Birokrasi. Usai dilantik, Azwar Anas menyebutkan ke depan tidak dapat dipungkiri birokrasi ini harus maju, di antaranya lewat digitalisasi, seperti digitalisasi struktur, kultur dan kompetensi. Menurutnya, digitalisasi dalam 3 sektor tersebut sangat mendasar dan sudah sesuai dengan arahan presiden bhwa birokrasi yang melayani.
Ini sangat cukup menjelaskan dan menegaskan bahwa peran pemerintah dan birokrasi adalah sebagai regulator, pelayan, katalisator dan pemberdaya masyarakat pada dunia yang semakin dinamis ini. Birokrat harus siap menghadapi situasi yang semakin kompleks dari tahun ke tahun, dan mengubah pola pikir dilayani menjadi melayani.
Namun, dalam pelaksanaan tugasnya, ditemukan beberapa situasi kompleks yang cenderung dihadapi para birokrat. Salah satunya adalah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin massif dan komprehensif, yang menyebabkan perubahan pola interaksi antar manusia, secara khusus berbagai perubahan terkait dengan pola pikir (mindset), mental model dan budaya kerja (culture set) yang menghasilkan gaya hidup baru yang berbasis teknologi dan digitalisasi. Peranan birokrat yang tradisional dan konvensional akan mulai terkikis atau bahkan akan kehilangan perannya, yang pada akhirnya menuntut birokrat untuk berubah total, beradaptasi dan berinovasi.
Fenomena lambatnya birokrasi dan kurang optimalnya pelayanan publik masih menjadi alasan utama bagi pelaksanaan reformasi birokrasi menuju pemerintahan yang baik (good governace). Birokrat cenderung melakukan hal-hal yang biasa dilakukan atau itu-itu saja atau “BAU” alias “Business As Usual” tidak berpikir inovatif dan adanya keengganan bahkan penolakan terhadap perubahan (resistance to change). Mengapa? Karena business as usual itu memang enak, nyaman dan mudah, sehingga dengan sadar atau dalam alam bawah sadar menjadi kecenderungan umum bagi birokrat menjadikannya sebuah kebiasaan. Untuk inilah dibutuhkan gagasan berkemajuan, dimana yang menjadi aktor utamanya adalah birokrat atau ASN yang menginginkan perubahan, yakni mereka yang ingin menjadi change maker.
Berbicara tentang birokrat yang progresif, saya coba mendalami arti kalimat ini secara sederhana. Didalam aktivitas keseharian saya sebagai bagian dari birokrasi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Kata Progresif atau bahkan kalimat tentang birokrasi yang progresif ini merupakan kata yang jarang saya dengar atau kurang familiar untuk dibahas.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) kata progresif berarti kesadaran untuk melakukan perubahan. Secara sederhana birokrat yang progresif adalah birokrat yang memiliki kesadaran untuk melakukan perubahan.
Tiga kata Kunci yang saya ambil dari kalimat di atas, yaitu birokrat, kesadaran, dan perubahan. Namun saya lebih cenderung untuk membahas pada kata perubahan (change).
Kata perubahan dalam birokrasi pemerintah justru kerap membuat ketakutan dalam aktivitas para birokrat. Sebab akan membawa mereka meninggalkan zona nyaman-nya (comfort Zone), dan masuk ke dalam kawasan-kawasan baru yang sering tidak diketahui apa yang ada di sana, apakah akan menjadikan lebih baik atau justru malah lebih buruk.
Mahatma Gandhi menyebutkan “Start with your self” (perubahan tidak akan terjadi sebelum terjadi dalam diri sendiri). Rhenald Kasali PhD dalam bukunya berjudul RE-CODE Your Change DNA, menyebutkan “It all started from your self, within yourself” (semua dimulai dari diri sendiri, dari dalam diri sendiri). Perubahan dimulai dari diri sendiri itulah kesimpulan dari kedua kalimat tersebut di atas, yakni dimulai dari diri sendiri Bagaimana?
Birokrat yang progresif adalah birokrat yang memiliki kesadaran untuk melakukan perubahan, birokrat yang merindukan perubahan dan menjadi seorang change maker. Perubahan ini menjadi tantangan tersendiri bagi birokrat yang memiliki kemauan besar untuk berubah, hingga menjadikan perubahan itu sebagai suatu kebiasaan (habit) bagi dirinya di dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dalam pemerintahan.
Rutinitas atau perilaku yang dilakukan secara teratur atau disiplin, menerapkan budaya berpikir positif (positive thinking) dan bertindak inovatif dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, menjadi hal yang prioritas untuk sebuah tujuan yakni memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat sesuai tuntutan zaman.
Lalu, karakter seperti apa yang dibutuhkan untuk menjadi change maker ini? Kepala Badan Kepegawaian Negara, Dr Ir Bima Haria Wibisana MSIS menyebutkan bahwa ada 4 karakter yang harus dimiliki oleh ASN yang harus dipenuhi di zaman ini, yaitu, pertama, dalam menghadapi tantangan unprecedented change (perubahan yang belum pernah terjadi sebelumnya), dibutuhkan karakter inovatif dan kreatif, kedua, situasi global and fierce competition (global dan persaingan ketat) memerlukan karakter seorang ASN berupa Agility and flexibility (lincah dan fleksibel), ketiga, situasi berupa complexity and uncertainty (kompleks dan penuh ketidakpastian) menuntut seorang ASN memiliki karakter berupa persistence and perseverance (kegigihan dan ketekunan), keempat, dalam menjawab tantangan effectiveness and efficiency (efektif dan efisien), karakter yang dibutuhkan berupa teamwork and cooperation (kerja tim dan kerja sama).
Membaca 4 karakter wajib tersebut, bagi saya ASN daerah, itu adalah hal yang sangat rumit. Namun secara sederhana saya coba membayangkan perubahan itu sebagai keseharian saya, yang saking biasanya sampai saya sendiri tidak menyadari, bahwa telah melakukan suatu perubahan dan telah menjadikannya sebagai kebiasaan (habit) saya.
Didalam bukunya yang berjudul RE-CODE YOUR CHANGE DNA, Rhenald Kasali menyebutkan sebuah akronim perubahan bernama OCEAN, yakni: O: Openness To Experience (keterbukaan pikiran khususnya terhadap hal-hal baru, hal- hal yang dialami dan dilihat dengan mata sendiri), C: Conscientiousness (keterbukaan hati dan telinga. Penuh kesadaran mendengarkan, baik yang terdengar maupun yang dirasakan), E: Extroversion (keterbukaan terhadap orang lain, kebersamaan dan hubungan-hubungan), A: Agreeableness (keterbukaan terhadap kesepakatan (tidak mudah memilih konflik)) dan N: Neoriticism (keterbukaan terhadap tekanan-tekanan). Kelima komponen pembentuk kepribadian imi merupakan komponen penting dan menjadi benih yang paling baik untuk melakukan sebuah perubahan.
Dalam melakukan perubahan ini saya mengajak teman-teman birokrat untuk melakukan beberapa hal kecil sebagai awal, yang menurut saya ini sangat sederhana dan mudah perlu dilakukan para birokrat yang progresif, seperti tradisi belajar yang perlu lebih diperkuat, termasuk membiasakan cara berpikir secara berbeda, menghidupkan manajemen pengetahuan, mendokumentasikan setiap hasil pekerjaannya, mempublikasikan kepada khalayak, mengembangkan pengetahuan tentang teknologi dan informasi, suka berinovasi, dan berbagai hal lainnya.
Mari kita melakukan perubahan dan kembalikan kepercayaan publik kepada pemerintah dalam upaya mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, khususnya di Kabupaten Humbang Hasundutan dalam mewujudkan “Humbang Hasundutan Maju dan Bermentalitas Unggul” sesuai visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2021-2026.
Carilah berbagai hal positif yang bisa memotivasi kita dan mengubur dalam-dalam belenggu dalam diri kita. Lebih baik kita kecapean karena kesibukan positif daripada letih karena menjadi pengangguran. Lebih baik salah karena telah mencoba sesuatu hal yang baru, daripada tidak pernah salah karena tidak melakukan apapun.
Lebih baik tidak disenangi seseorang atau kelompok karena kita telah melakukan perubahan daripada tidak disenangi karena tidak memiliki inisiatif sama sekali. Lebih baik diolok-olok sebagai seorang yang idealis daripada dipuji sebagai penjilat yang loyalis. Lebih baik dicibir karena ide-ide “gila” daripada menjadi “orang gila” yang tidak memiliki ide sama sekali.
Salam perubahan!
====
Penulis Bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Pemerintah Kabupaten Humbang Hasunudutan.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]