Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Doha. Qatar dikabarkan semakin membatasi kebebasan pers jelang perhelatan Piala Dunia 2022. Hal itu terungkap dalam sebuah laporan investigasi.
Guardian merilis hasil investigasi, jelang bergulirnya Piala Dunia 2022 di Qatar. Pesta sepakbola akbar itu rencananya akan digelar pada 20 November-18 Desember mendatang.
Dalam laporannya, Guardian menyebut Qatar akan melarang media, khususnya televisi, untuk mewawancarai orang-orang di negara tersebut. Di antaranya melarang syuting di lokasi akomodasi, semisal mewawancarai pekerja migran rumahnya.
Selain itu, Qatar juga akan melarang televisi mengambil gambar di gedung-gedung pemerintahan, universitas, tempat ibadah, hingga rumah sakit.
Aturan itu tertuang dalam daftar kondisi persyaratan terbaru, yang harus disetujui Pemerintah Qatar terkait aturan 'mengambil fotografi dan videografi. Dalam aturan itu, fotografer salah satu yang terdampak, namun jurnalis media cetak tidak secara eksplisit disebutkan karena anggapan tidak mengambil gambar atau video.
Otoritas Qatar kemudian membantah hal tersebut. Komite Tertinggi Qatar justru mengatakan persyaratan telah diperbarui dan menjamin kebebasan pers di Qatar, termasuk selama Piala Dunia 2022.
"Beberapa outlet media regional dan internasional berbasis di Qatar, dan ribuan jurnalis melaporkan dari Qatar secara bebas tanpa campur tangan setiap tahun," kata pernyataan mereka.
Selain itu, Qatar juga mengaku telah melonggarkan aturan terkait pers, yang sebelumnya diminta "mengakui dan menyetujui" tidak akan menghasilkan laporan yang mungkin "tidak pantas atau menyinggung budaya Qatar atau prinsip-prinsip Islam," tulis laporan tersebut.
FIFA sendiri angkat suara menanggapinya. Menurut Guardian, FIFA mengaku "akan bekerja dengan komite tertinggi dan organisasi terkait di Qatar untuk memastikan kondisi kerja terbaik bagi media yang menghadiri turnamen, serta memastikan bahwa penyiar terus melaporkan secara bebas tanpa batasan apa pun," tulis Guardian.
Bukan tanpa sebab hal ini disorot. Sebab, ada sejarah di mana Qatar menangkapi sejumlah jurnalis. Pada 2015, sekelompok wartawan BBC ditangkap di Doha saat berusaha menyelidiki kondisi pekerja migran di sebuah komplek. Kemudian, dua jurnalis Norwegia juga diciduk usai membuat laporan yang sama, sampai dipenjara selama 36 jam.
"Akan sangat sulit untuk sepenuhnya mematuhi persyaratan ini, bahkan jika syuting di dekat properti swasta atau pemerintah melanggar persyaratan izin," kata James Lynch, dari FairSquare, sebuah kelompok hak asasi manusia yang berbasis di London.
"Ini kemungkinan memiliki efek mengerikan yang parah pada kebebasan berekspresi. Berapa banyak organisasi yang akan mengizinkan pelaporan tentang masalah sosial Qatar jika melakukannya membuat mereka berisiko berakhir di pengadilan?" ungkapnya.(dts)