Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Kehadiran Rumah Sawit Indonesia (RSI) yang dideklarasikan pada Jumat (23/6/2023) diharapkan dapat menjadi solusi dalam mengatasi berbagai kendala yang dihadapi petani sawit nasional. Salah satu diantaranya pelaksanaan program peremajaan sawit rakyat (PSR) yang berjalan belum sesuai dengan harapan.
Hal itu dikatakan Ketua Umum Rumah Sawit Indonesia, Kacuk Sumarto, dalam kegiatan Deklarasi Rumah Sawit Indonesia, yang dilakukan di Gedung Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).
Kacuk Sumarto mengatakan, lambatnya pelaksanaan peremajaan sawit rakyat atau PSR yang belum sesuai dengan target yang ditetapkan telah menjadi keprihatinan utama dari RSI. Padahal sebagaimana diketahui PSR merupakan program utama dari pemerintah.
"Lambatnya program PSR ini juga menjadi kendala dalam meningkatkan produktivitas dan mutu buah sawit dari petani. Dan ini berpengaruh pada kesejahteraan petani sawit," ujar Kacuk.
RSI, lanjutnya, siap menjadi mitra pemerintah dalam percepatan dan perluasan pelaksanaan program PSR agar sesuai dengan yang ditargetkan. Hal ini dilakukan mulai dari penataan ulang Peraturan-peraturan Pemerintah yang mengatur PSR sampai dengan Juklak dan Juknisnya, sampai dengan pola-pola pengamanan lapangannya dengan menjalin kerja sama dengan pihak Kejaksaan, Kepolisian, Satgas PSR, Ditjendbun, ATR/BPN, KLHK, BPDPKS dan pihak-pihak manapun yang terkait.
RSI juga menyoroti kondisi petani sawit kesejahteraannya tidak beranjak meskipun mereka sudah harus meremajakan kembali kebun sawitnya.
Para petani sawit ini perlu melakukan perbaikan dalam hal budidaya agar tanaman sawit dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi dan mutu buah yang bagus.
"Serta pola pengusahaannya dengan industrialisasi. Sehingga mereka memiliki pabrik pengolah buah, secara bersama-sama gotong-royong. Dengan demikian petani tidak lagi mudah dipermainkan harga produksinya, dan bahkan mendapatkan tambahan pendapatan dengan adanya pabrik pengolahan tersebut. Untuk hal ini perlu adanya industrialisasi," jelasnya.
Kacuk Sumarto juga mengatakan, RSI akan menerapkan pola integrasi, mulai dari sektor hulu hingga ke hilir yang melibatkan para petani kelapa sawit yang berbadan hukum, perusahaan kelapa sawit yang masuk kategori kecil dan menengah, industri pengolahan dan juga industri penyedia teknologi perkelapasawitan.
Adanya pola kemitraan ini juga diharapkan dapat menghadapi masalah isu sutainability atas pengelolaan kebun sawit oleh petani (dan sebenarnya juga pengelolaan oleh perusahaan), yang dapat berdampak pada pandangan negatif banyak pihak luar negeri dan bahkan dalam negeri.
Hal ini sudah dilakukan di Poktan Mitra Paya Pinang Group (PPG) dengan pendampingan dari IDH (Industri Dagang Hijau), yang diharapkan pada khir tahun 2023 ini sudah tersertifikasi ISPO (dan juga RSPO).
Para penggagas Rumah Sawit Indonesia juga prihatin dengan ketidaksinkronan program PSR diantara pelaku yang terkait, sejak pengajuan proposal PSR (yang melibatkan ATR/BPN, KLHK, Dinas2 Setempat), perbenihan (penyiapan bibit unggul), penyediaan pupuk dan herbisida, perusahaan mitra, poktan, dan termasuk perbankan.
Kondisi ini mengakibatkan banyak hambatan sepanjang perjalanan pengajuan proposal sampai dengan pelaksanaan. Hal ini diperparah oleh oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan situasi bahwa dana PSR adalah ‘hibah’ dan banyak juga petani yang bermata gelap (atau tidak mempunyai keberdayaan).
Kacuk Sumarto juga menegaskan munculnya keadaan di antara penggagas RSI bahwa dengan berhimpun melalui korporatisasi berkelanjutan akan mempunyai posisi tawar yang tinggi, sehingga mudah untuk mendapatkan prosi pendapatan/ penghasilan yang lebih tinggi.
RSI merupakan organisasi yang keanggotaannya adalah terbuka dan harus dalam bentuk badan hukum yang bersifat korporasi bidang perkelapa sawitan yang mempunyai kebutuhan untuk bersinergi dalam usaha bersama terintegrasi, dengan cara ‘resource sharing’ berbagi sumber daya, dan untuk itu juga berbagi keuntungan sesuai dengan kontribusinya.
"Jadi RSI ini adalah untuk komunitas ini berisi pihak-pihak yang membutuhkan, bukan pihak-pihak yang merasa dibutuhkan (karena merasa diatas angin dan tak perlu pihak lain). RSI, sebagai organisasi terbuka juga membuka kolaborasi positif dengan asosiasi lain untuk mensukseskan tujuan-tujuan yang diharapkan oleh RSI. Tidak perlu membuka ruang perdebatan dengan pihak manapun mengenai mana yang benar,b(prinsip ‘lakum dinukum waliyadin’, mohon maaf), apalagi menyalahkan pihak lain," jelas Kacuk
RSI juga akan bermitra dengan pemerintah dan untuk itu harus memiliki lobi yang kuat di pemerintah untuk ‘Menjayakan dan Menjaga Kejayaan Sawit Indonesia’.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud, mengatakan bahwa pemerintah menyambut baik kehadiran dari RSI sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani sawit.
Musdhalifah juga mengingatkan, diperlukan kekompakan di antara pelaku perkelapasawitan untuk menyelesaikan banyak tantangan yang saat ini tengah dihadapi. Dan kehadiran Rumah Sawit Indonesia diharapkan dapat menjadi saluran komunikasi serta solusi dalam menyelesaikan tantangan yang ada.
Pengusaha Sumut, Irvan Mutiara, mengatakan, kehadiran Rumah Sawit Indonesia juga bertujuan untuk memberikan pendampingan bagi petani sawit agar produktivitas dan kualitas tanaman sawit mereka dapat meningkat.