Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
IBU saya pernah mencari pelarian. Rupanya, sewaktu kecil, bebannya untuk bekerja pada zaman patrilineal yang masih kukuh membuatnya kurang betah. Pada masa itu memang, cengkeraman budaya patrilineal sangat kokoh.
Akibatnya, anak perempuan cenderung bertugas di sawah dan anak laki-laki bersekolah. Karena banyaknya pekerjaan di sawah, ibu saya akhirnya berniat mengikuti kegiatan pemain opera Batak. Ibu saya cukup terhibur ketika menonton opera Batak.
Setelah tekad dibulatkan, ibu saya dan temannya lari dari rumah. Mereka sudah membawa perlengkapan pakaian. Tibalah mereka di mess pemain opera Batak. Kehidupan mereka rupanya tak lebih menyenangkan. Mereka juga cukup tersiksa.
Karena itu, ibu saya kembali ke sawah. Dari kisah ini saya mengerti betapa orang-orang yang mampu bertahan pada proses kreatif di kesenian adalah orang-orang tangguh. Dalam pada inilah saya sangat kagum pada pegiat seni tradisi.
Ada cukup banyak nama untuk disebutkan. Katakan, misalnya, Thompson Hs. Setelah mengikuti banyak kisahnya, saya mengagumi kiprahnya bagaimana bertahan makan tak makan, dibayar tak dibayar, dikecewakan, dan sebagainya, dan sebagainya.
BACA JUGA: Pembicaraan Adat dan Kebudayaan Memang Menarik
Semua itu menjadi bunga kehidupan untuk menguatkan fondasinya. Saya sendiri mencintai dunia peran. Sejak SMA, saya sudah pemain opera Batak dan tampil di hotel dan kampus. Setelah kuliah, saya juga bermain opera Batak.
Saya ikut manggung bersama PLOt di Eropa, khususnya Jerman. Setamat kuliah, saya juga sudah merasakan menjadi pemain opera Batak dari kampung ke kampung di pinggiran Danau Toba. Jangan tanya honornya. Kecuali bukan pengalaman, kita inginkan hanyalah kepuasan batin.
Karena itu, saya tak pernah bermimpi hidup dari seni tradisi. Saya tak cukup kuat hidup dari sana. Hanya orang-orang tangguh nan tulus yang mampu hidup di sana. Walau begitu, saya selalu menyediakan waktu jika dikaitkan dengan opera Batak.
Saya pun ikut berjibaku mendirikan Sanggar Maduma. Saya ingin membibitkan nilai tradisi dan kebudayaan pada siswa. Hal itu mendesak karena siswa saat ini seperti kehilangan arah hidup. Melulu mengejar modernisasi.
BACA JUGA: Salah Strategi Membersihkan Pyramid of Toba (?)
Padahal, tanpa fondasi yang kuat, kelak mereka bisa kehilangan arah. Di sanggar, saya pelan-pelan menanamkan rasa tangguh untuk berproses. Sebab, intinya bukan pada mereka menjadi aktris atau selebritas. Itu bukan tujuan.
Tujuan adalah mengolah mental. Mental untuk tampil di depan umum. Mental untuk berjuang meski berat. Mental untuk sanggup dikecewakan. Mental seperti ini perlu ditumbuhkan agar siswa tidak menjadi generasi yang rapuh dan goyah.
Karena itu, ketika bang Thompson Hs difasilitasi Kemendikbud hampir sebulan di Tapanuli Utara, saya merindukan kapan di Humbang Hasundutan. Kerinduan itu adalah untuk mengasah kemampuan dan mental anak. Apalagi momentumnya juga tepat.
Sebagaimana diketahui, opera Batak segera menuju 100 tahun. Rasanya kita sudah sepakat, hiburan rakyat ini perlu revitalisasi dan pelestarian supaya hiburan rakyat ini beradaptasi dan bertumbuh. Mungkin inilah yang ada dalam pikiran dosen IAKN.
BACA JUGA: Siapa Bilang Monsak tak Mendidik, Hadapilah Parmonsak!
Namanya Dian Purba. Saya mengenalnya sebagai pegiat literasi yang tangguh. Rupanya, ia juga punya mimpi membangkitkan kesenian dan kebudayaan, juga literasi di IAKN. Cukup jadi peluang. Apalagi rektor IAKN adalah penulis andal yang peduli budaya dan seni.
Gayung bersambut. Bang Thompson sedang di Tapanuli Utara. Lantas, bang Dian purba mempunyai inisiatif: menculik waktu Bang Thompson. Bang Thoms meminta saya jadi pendamping fasilitasi lakon. Kami membuat tentang Asal Usul Tarutung.
Dibuat dua babak. Durasi pelatihan dari penggarapan naskah hingga simulasi pementasan hanya 2 jam. Namun, mahasiswa IAKN mempunyai talent. Mereka bisa spontan dalam menggarap tema. Spontanitas seperti itu dibutuhkan untuk mempertajam kreativitas.
Baik sebagai guru kelak atau profesi di bidang lain. Tampaknya, Opera Batak memang perlu ditumbuhkan di kampus. Apalagi menuju 100 tahun. Katakanlah motivasi bukan untuk jadi artis. Tak semua orang berbakat jadi artis.
BACA JUGA: Mencari Jejak Sisingamangaraja I-IX
Tetapi, semua orang perlu ditumbuhkan kreativitas dan diperhalus budi pekertinya. Sastra adalah jalan lain memperhalus budi pekerti, menajamkan kreativitas dan imajinasi. Lantas, apa salahnya Opera Batak kita masukkan pada jantung pendidikan?
====
Penulis Guru Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Doloksanggul, Tim Ahli Cagar Budaya Humbang Hasundutan dan Tapanuli Utara.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]