Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Wakil Presiden Jusuf Kalla bercerita pengalamannya menjalankan ibadah Ramadan di Indonesia dengan negara lainnya. Jika dibanding dengan beberapa negara mayoritas Muslim, JK menilai Keislaman di Indonesia masih dijalankan dengan taat.
Hal ini disampaikan JK dalam sambutannya di acara buka puasa bersama Majelis Pengurus Pusat Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), di Istana Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis 31/5/2018. JK mengawali ceritanya saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di Istanbul, Turki.
"Saya ingin sampaikan singkat, bagaimana saya awal Ramadan lalu ada di Istanbul rapat OKI. Banyak hadir negara-negara," ujar JK mengawali sambutannya.
Saat itu JK menghadiri pertemuan pertama yang dimulai pukul 17.00 waktu setempat. JK berpikir, karena pertemuan dilakukan menjelang maghrib maka akan ada istirahat untuk berbuka puasa dan salat maghrib.
"Kalau tidak ada ishoma (istarahat, salat, dan makan) orang protes dan sebagainya. Ternyata pertemuannya simpel sekali. Jadi sebelum Maghrib dibagilah teh dan kurma, saya pikir biasa juga. Bicara membuka pidato semua, sampai azan berhenti, buka puasalah," katanya.
Usai berbuka puasa dengan takjil saat azan magrib, acara kemudian langsung dilanjutkan. JK pun sempat heran karena acara tidak direhat untuk salat magrib dan tarawih.
"Betul bisa jamak. kita musafir, kita jamak. Tapi (Presiden Turki) Erdogan kan sudah di Turki. Tinggal di sana, kalau saya, saya pikir nantilah bisa kita. Jadi bicara Keislaman tapi dengan cara (ibadah) begitu," ucapnya.
JK lalu membandingkan rapat atau pertemuan yang dilakukan di Indonesia. Jika masuk waktu salat, maka rapat dipending untuk salat.
"Jadi saya bersyukur, di Indonesia pasti interupsi segala macam itu untuk ishoma. Itu pengalaman, kadang kita bicara kegaaman, Keislaman, tapi pelaksanaannya tidak," tuturnya.
JK juga menceritakan pengalamannya melaksanakan ibadah bulan Ramadan di Madrid, Spanyol sekitar 10 tahun yang lalu.
"Tapi kemudian saya mendapat pengalaman keagamaan di negara non muslim, di bulan puasa juga. Persis 10 tahun lalu saya di Spanyol, lain lagi. Kami diundang buka puasa sama kedutaan kita. Saya naik pesawat dari AS singgah di Frankfurt, lalu ke Madrid," kisahnya.
Saat itu JK memutuskan untuk tidak berpuasa karena menilai dirinya sebagai musafir. Saat tiba di Madrid, JK bersama rombongan kemudian mencari tempat untuk minum kopi dan makan.
"Jalanlah di kota, di kafe singgah, kita rombongan 15 orang. Begitu panggil pelayannya, langsung (ditegur pelayan). Karena ada teman pakai kopiah 3 orang, 'muslim dia muslim? hey jangan ini belum'," ujar JK menirukan ucapan pelayan kafe yang melarangnya makan karena belum waktu berbuka puasa.
"Ada penerjemah dalam bahasa Spanyol. Tapi saya bilang, musafir kita. Terus dia bilang, 'avion?'. Terus saya ingat amplop, kalau ada par avion itu berarti pesawat terbang, ya ya. Kalau saya terbang tidak dianggap musafir," ungkapnya.
Salah satu rombongan kemudian berkata ke pelayan tersebut jika JK merupakan Wapres Indonesia. Pelayang tersebut pun mengingatkan JK untuk menjadi contoh agar berpuasa.
"Oh justru itu, wakil presiden harus kasih contoh. Wakil presiden janji, besok puasa, hari ini saya kasih kopi tapi besok mesti puasa ya," kata JK meniru ucapan pelayan tersebut lagi.
Menurut JK, musafir di bulan ramadan bukan soal jarak, namun soal kesulitan.
"Jalan kaki 80 kilometer sulit, tapi pesawat terbang? Naik pesawat 5000 kilometer nggak apa-apa (puasa), nggak sibuk. Satu tingkat kesulitannya, jadi itu dijalankan dengan benar. Artinya adalah, jadi saya dapat pelajaran agama justru di Spanyol," imbuhnya. (dtc)