Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi menjatuhkan sanksi administratif berupa teguran tertulis kepada PT Aquafarm Nusantara, perusahaan asing yang bergerak dalam bisnis budidaya ikan kerambah jaring apung (KJA) di Danau Toba.
Teguran tertulis tertanggal 1 Februari 2019 dikeluarkan sehubungan dengan pelanggaran Aquafarm atas ketentuan yang ada, antara lain produksi ikan yang melampaui batas dan tidak dikelolanya limbah.
Namun belakangan publik meragukan sikap tegas gubernur. Mengapa hanya sanksi teguran tertulis saja yang dijatuhkan? Mengapa izin lingkungan Aquafarm tidak langsung dicabut?.
Terkait itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Provinsi Sumut Binsar Situmorang mengatakan, pihaknya menjatuhkan sanksi ke Aquafarm bukan asal-asalan, tetapi melalui ketentuan yang berlaku.
"Mekanismenya ada, yaitu sesuai UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), pada Pasal 76 ayat 1 ayat 2," ujar Binsar Situmorang kepada wartawan di Medan, Minggu (3/2/2019) malam.
Pada pasal 76 UU 32 tersebut, gubernur tidak boleh langsung mencabut izin lingkungan, tetapi harus melalui 4 tahapan mekanisme sanksi administratif, yaitu teguran tertulis, pemaksaan, pembekuan izin lingkungan dan pencabutan izin lingkungan.
Jadi, jelas Binsar, mekanismenya ada, tidak boleh langsung loncat ke pencabutan izin lingkungan, tetapi mulai dari teguran tertulis. Jika teguran tertulis dalam waktu yang ditentukan tidak dipatuhi, maka sanksi naik ke sanksi pemaksaan.
Jika juga tidak dijalankan, maka sanksinya naik ke pembekuan izin lingkungan. Lalu jika juga tak diindahkan, maka sanksi naik ke pencabutan izin lingkungan.
"Dengan begitu, Aquafarm dalam konteks ini setelah semua mekanisme sanksi tidak dijalankan, maka operasionalnya harus berhenti total," sebut Binsar.
Oleh karena mekanisme sanksi sesuai Pasal 76 UU Nomor 32 itulah, tambah Binsar, makanya Gubsu Edy Rahmayadi tidak gegabah.
"Pak Gubsu Edy tahu betul soal hukum dan kita Pemprovsu juga, agar tidak menjadi risiko hukum di belakangan hari," kata Binsar.
"Sebab juga kita sadar bahwa Aquafarm yang kita kenai sanksi ini adalah perusahaan raksasa. Mereka juga punya kuasa hukum yang hebat, Pak Hotman Paris. Tentu kami sangat hati-hati dalam hal ini," sebut Binsar lagi.
Sebelumnya, Binsar mengatakan, pihaknya menemukan Aquafarm telah melanggar ketentuan setelah Tim Dinas LH melakukan investigasi atas kejadian pencemaran dan kerusakan akibat ikan mati di perairan Danau Toba oleh Aquafarm.
Lebih lanjut Binsar menyebutkan, Aquafarm melakukan tiga pelanggaran. Pertama, dari sisi kapasitas produksi. Aquafarm ternyata memproduksi ikan di luar kapasitas yang diizinkan berdasarkan Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (DPPL).
"Harusnya izin kapasitas produksi 26.464.500 ekor atau 26.464,500 ton per tahun, namun kenyataannya 27.454.400 atau 27.454,400 ton per tahun. Dalam hal ini ada kelebihan 1.000.000 ekor atau 1.000 ton. Temuan ini berdasarkan Laporan Semester 1 Aquafarm ke Dinas LH Sumut," sebut Binsar.
Pelanggaran kedua dari sisi daya dukung dan daya tampung perairan Danau Toba. Sesuai dengan diktum keempat keputusan Gubernur Sumut Nomor 660/4223/Tahun 2009 juga dinyatakan, apabila ternyata daya dukung dan daya tampung perairan Danau Toba tidak dapat lagi menerima dampak kegiatan KJA maka dokumen lingkungan PT Aquafarm harus ditinjau.
"Pada diktum ketiga Keputusan Gubernur Sumut Nomor:188.44/213/KPTS/2017 tentang Daya Dukung Perairan Danau Toba terhadap Kegiatan KJA menyatakan bahwa daya dukung maksimum Danau Toba untuk budidaya perikanan adalah 10.000 ton ikan per tahun. Artinya sudah melampuai banyak kapasitas. Sampai saat ini Aquafarm belum merevisi dokumennya. Sementara diktum itu sudah sering disosialisasikan," katanya.
Pelanggaran lainnya ialah pada unit kegiatan pembenihan ikan, pengelolaan ikan, pabrik pakan ikan di Kabupaten Serdang Bedagai, berdasarkan hasil pengawasan bersama antara UPT Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan serta Kehutanan KLHK dan DLH ditemukan Aquafarm juga tidak mengelola limbah cairnya di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
"Mereka langsung menyalurkannya ke badan air sehingga dapat diperkirakan limbah cair yang dibuang ke badan air belum memenuhi baku mutu lingkungan. Dan ini bertentangan dengan UU Nomor 32 Tahun 2009 tepatnha Pasal 20 Ayat 3," ucapnya.