Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Sopir angkot itu tiba-tiba melakukan zigzag, belok ke kiri dan kanan mendadak sontak. Sehingga para penumpang oleng ke kiri dan ke kanan. “Waduh, kita diperlakukan bagai barang, bukan orang,” keluh seorang penumpang.
Tapi saya pikir-pikir, sopir angkot itu sesungguhnya sedang melakukan kritik atau “perlawanan” terhadap mereka yang berkuasa.
Bagaimana tidak? Jumlah angkot terlalu banyak dan tak berimbang dengan jumlah penumpang dan ruas jalan. Belum lagi betor dan transportasi online yang kian mekar.
Terjadilah persaingan yang mendebarkan di jalan raya. Ini gara-gara perbankan dan dealer yang menawarkan kredit, sehingga transportasi perkotaan bak jamur di musim hujan.
Para sopir harus memburu setoran kepada majikan. Belum lagi yang dibawa pulang untuk anak bini. Satu-satunya jalan, ya, tancap gas, meliuk-liuk di jalanan, dan penumpang rela tak rela menjadi “barang” yang terguncang-guncang.
Siapakah yang harus mengoreksi diri? Sopir angkot itu, atau kebijakan wali kota tentang transportasi kota? Atau program pemasaran dealer dan kucuran kredit para bankir?
Sesungguhnya, “perlawanan” rakyat itu bermacam-macam. Misalnya, jika ada ruas jalan yang rusak tapi tak diperbaiki, maka rakyat juga menanam pohon pisang di jalan raya berkubang. Para bocah berenang-renang di jalan yang tergenang.
Pedagang di pasar tradisional juga jengkel. Saban hari retribusi dipungut tetapi pasar tetap berkubang di musim hujan. Kadang berbau pesing. Bahkan, pedagang kakilima digusur, sedang pasar berlabel hyper, super dan mini menjamur di mana-mana.
Saya pikir-pikir, inilah yang akan dihadapi seorang calon walikota Medan yang sudah mulai digadang-gadangkan. Jika kelak terpilih, bersiap-siaplah Anda akan “dilawan” warga kota dengan cara “tersendiri.” Tetapi, mengapa mereka berperilaku demikian?
Cuma menuduh sopr angkot ugal-ugalan, terkesan menegasikan hubungan sebab akibat. Jadi, para calon walikota, sering-seringlah naik angkot, Bung. Saksikanlah bagaimana mereka melakukan “perlawanan”.