Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Mengorbankan satu dua hal, tidak apa-apa demi meraih kemenangan menyeluruh. Di panggung ekonomi, strategi itu lumrah. Ketika ketegangan antara kepentingan jangka pendek dan panjang berbenturan, Anda harus berani memilih.
Di dunia bisnis memang penuh godaan untuk menggondol keuntungan jangka pendek. Sehingga ketika sebuah produk memerlukan peningkatan mutu sehingga berbeda dengan produk sejenis dari perusahaan lain, kerap tak dilihat prosfeknya. Hanya dilihat, “ini, kok, duit keluar melulu.
Padahal prosfek sebuah perusahaan ikut ditentukan oleh proyek jangka panjang, misalnya konsolidasi organisasi dan produksi serta pelatihan kemampuan skill dan keterampilan karyawan, ketimbang pendapatan jangka pendek yang temporer.
Kerap kita dengar demi efisiensi, PHK dilakukan di kala permintaan pasar merosot. Tak ada upaya membuka pasar baru, apalagi menciptakan produk baru.
Tapi ada juga perusahaan yang mempertahankan karyawannya seraya menjelajahi pasar baru dan membuat produk baru yang lebih bersaing.
Krisis menjadi peluang. Ia meraih pasar baru, bahkan produk barunya segera menyapa konsumen. Sudah pasti sehabis krisis, ia akan semakin eksis dan lebih siap menuai untung.
Namun ada pula ketika krisis berlalu masih asyik merekrut karyawan pengganti yang di PHK di masa krisis. Orang lain sudah take off, tapi ia masih mengurusi soal internal.
Di masa krisis, bisnis jasa gemar menaikkan tarif. Padahal lebih jitu menurunkan tarif. Logikanya, penurunan 1% akan menaikkan penjualan 3%. Masih bisa disisakan 1% untuk kenaikan biaya produksi.
Sementara kenaikan tarif justru menurunkan penjualan.
Intinya, harus ada kepentingan jangka pendek yang dikorbankan demi kepentingan jangka panjang. Bahkan, strategi bisnis itu juga kerap cocok diterapkan di pentas politik dan pemerintahan.
Misalnya, mereposisi pimpinan suatu kementerian, atau BUMN, yang bermasalah dengan kepercayaan publik adalah “investasi” jangka panjang. Inilah, moral obligation dalam meraih kepercayaan publik demi kepentingan jangka panjang.
Apabila bisnis memerlukan kepercayaan pasar, kementerian dan BUMN pun membutuhkan kepercayaan publik. Trust. Bukan distrust.