Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Tradisi mudik akhirnya diperbolehkan. Tidak dilarang. Tapi sekaligus menjadi “pekerjaan rumah” tambahan bagi Pemda di daerah. Para pemudik diharuskan mengisolasi diri selama 14 hari, dan Pemda mengawasi dan memastikannya berjalan dengan baik.
Nah, usai mengisolasi diri, muncul masalah mau bekerja apa. Maklum, mereka mudik adalah karena kehilangan pekerjaan di kota. Mungkin, mudah-mudahan bisa membantu sanak famili seperti bertani dan sebagainya. Meskipun rata-rata kepemilikan sawah rata-rata hanya 0,4 hektare per keluarga.
Saya kira Pemda yang pemudiknya banyak harus mempunyai jaring pengamanan sosial. Misalnya, mendistribusikan kebutuhan pokok kepada “warga miskin” baru ini. Padahal juga masih ada penduduk miskin lama, yang difasilitasi dalam program reguler.
Demikianlah tradisi mudik di masa kini sudah berbeda dengan di masa lalu. Dulu untuk mengobat rindu dan mempererat tali silaturrahami. Bahkan, ada yang ingin menunjukkan keberhasilan hidup di kota, sekecil dan sebesar apapun.
Dalam pada itu, pemerintah memberikan bantuan social (bansos) bagi yang tak mudik. Perlu dipastikan berapa jumlah mereka. Maklum, banyak pusat perbelanjaan modern dan hotel yang tutup sementara. Belum lagi dari sektor informal, seperti ojek online, sopir angkot, pedagang kakilima dan sebagainya.
Saya kira inipun menjadi “pekerjaan rumah” tambahan bagi Pemda di kota-kota besar yang warganya tak memilih mudik tapi kehilangan pekerjaan. Tentu saja berkoordinasi dengan pemerintah pusat.
Kita berempati kepada pemerintah yang tanggungjawabnya semakin besar. Selain harus hadir dalam mengatasi ekses ekonomi dari pandemi virus corona bagi masyarakat, juga mengerahkan segala fund and forces melawan Covid-19.
Tapi pemerintahan yang baik memang dituntut berlaku demikian. Tak boleh membiarkan rakyatnya menanggung berbagai masalah yang mendera. Tapi harus menolongnya bangkit dari kejatuhan. Prinsipnya, bertanggungjawab bagi terselenggaranya kesejahteraan umum.