Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Ganja membuat 'heboh'. Tanaman tersebut menjadi komoditas binaan tanaman obat.
Hal tersebut terjadi setelah Kementerian Pertanian (Kementan) mengeluarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 104/KPTS/HK 140/M/2/2020. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menandatangani langsung keputusan itu.
Lalu apa penjelasan Kementan?
Dalam rilisnya yang diterima CNBC Indonesia, Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementan Tommy Nugraha menjelaskan hal ini. Menurutnya tanaman ganja adalah jenis tanaman psikotropika dan selama ini telah masuk dalam kelompok tanaman obat sejak tahun 2006 dengan Kepmentan 511/2006.
"Pada tahun 2006, pembinaan yang dilakukan adalah mengalihkan petani ganja untuk bertanam jenis tanaman produktif lainnya, dan memusnahkan tanaman ganja yang ada saat itu," katanya sebagaimana dikutip, Sabtu (29/8/2020).
Pengaturan ganja sebagai kelompok komoditas tanaman obat, hanya bagi tanaman ganja yang ditanam untuk kepentingan pelayanan medis, ilmu pengetahuan, dan secara legal oleh UU Narkotika. Saat ini, kata dia, belum dijumpai satu pun petani ganja yang menjadi petani legal dan menjadi binaan Kementan.
"Pada prinsipnya Kementerian memberikan ijin usaha budidaya pada tanaman sebagaimana dimaksud pada Kepmentan 104/2020, namun dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam Peraturan Perundang-undangan," jelasnya lagi.
Ia mengatakan penyalahgunaan tanaman menjadi bagian tersendiri dan tentunya ada pengaturannya tersendiri. Dirinya merujuk pada Undang-Undang No 13 Tahun 2010 tentang hortikultura di Pasal 67.
"Budidaya jenis tanaman hortikultura yang merugikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau ilmu pengetahuan, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang," katanya.
"Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo konsisten dan berkomitmen mendukung pemberantasan penyalahgunaan narkoba. Kepmentan 104/2020 tersebut sementara akan dicabut untuk dikaji kembali dan segera dilakukan revisi berkoordinasi dengan stakeholder terkait (BNN, Kemenkes, LIPI)." tulis keterangannya lagi.(cnbcindonesia)