Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Taput. Kedua tangan Leo Sinambela (56 ), pria yang tinggal di Dusun Golat, Desa Simorangkir Julu, Kecamatan Siatas Barita,Taput terlihat sudah lihai memainkan sejumlah media yang dipergunakan merajut benang menjadi tenunan ulos khas Batak, yang bernilai ekonomis.
Siang ini , Rabu (2/9/2020), Leo ditemui dirumahnya yang terletak persis di pintu masuk dusun. Sapaan ramah dari pria yang belum menikah ini, sangat kental saat Medanbisnisdaily.com, memasuki rumah mungil, tempatnya tinggal yang belum dialiri listrik.
Cerita pun mengalir. Ternyata, ia sempat merantau ke Timor Timur, sekarang sudah menjadi sebuah negara berdaulat yakni Timor Leste. Ia sangat lama disana, sekitar 35 tahun.
"Setelah tamat SMEA Negeri Tarutung tahun 1984, saya langsung merantau kesana," ungkap Leo.
Disana, Leo berjualan barang-barang elektronik. Tetapi nasib dan peruntungan tidak seindah yang dia bayangkan. Hingga pada suatu ketika, pada tahun 2013, ia menderita penyakit jantung.
"Sangat berat hidup disana dengan keadaan penyakit saya seperti ini. Akhirnya saya memutuskan pulang kampung," tutur Leo.
Tahun 2013, Leo pun kembali ke bonapasogitnya ke Dusun Golat di Siatas Barita, tepatnya di kaki Gunung Dolok Siatas Barita.
Lantas, beberapa tahun bertani dan belakangan bekerja menjual sayur-mayur dan bahan masak dapur lainya.
"Pekerjaan bertani di sawah lama saya tekuni, termasuk menjual sayur. Tetapi resikonya pasti ada dengan penyakit yang saya derita. Butuh tenaga yang kuat dan menjualnya harus menggunakan sepeda motor, dengan menyusuri dusun yang satu ke dusun yang lain. Akhirnya, saya beralih dan mulai belajar bertenun,"tutur Leo.
Maka, jadilah Leo sejak 5 bulan lalu menekuni pekerjaan dengan bertenun selendang khas Batak. "Kerja keras tidak bisa lagi, terpaksa saya beralih dan melihat peluang bertenun bisa menopang nafkah hidup saya. Kerjanya tidak memaksa dan tergolong santai," ungkapnya.
Leo Sinambela mengaku, ia belajar bertenun dari seorang ibu paruh baya, seorang petenun yang tinggalnya tidak jauh dari dusun itu. Siatas Barita sendiri dikenal 'sarangnya' petenun ulos Batak di daerah Silindung.
"Saya mulai belajar motif. Malamnya saya cermati motif itu. Setelah dituntun beberapa hari oleh ibu itu, mulailah saya menenun jenis tenun Piala Kosong, yang biasanya dijual satu juta rupiah.Tapi karena pandemi covid sekarang, saya menjualnya 750 rupiah," terang Leo.
Leo juga menjelaskan, satu stelan (stel) sarung lengkap dengan selendangnya digarap dalam waktu 2 minggu. Harus merajut 3 lembar, yaitu 2 lembar sarung yang dijahit dan disatukan menjadi satu badan dan 1 lembar selendang. Setelah itu, jadilah satu stel sarung dengan sebutan piala kosong,"kata Leo.
Anda mulai mencintai pekerjaan baru ini? "Tentu, masalahnya kerja berat tidak sanggup lagi.Kalau hanya duduk dengan menggerakkan badan seperti ini, puji Tuhan saya masih sanggup," kata Leo.
Apakah ada beban tersendiri, dimana pekerjaan ini dominan dilakukan perempuan?" Oh tidak, saya malah sudah senang dengan kerjaan baru ini. Bawaanya santai dan saya tidak sungkan melakukanya. Namanya juga mencari nafkah, tentu kita tidak memilih pekerjaan, asalkan halal. Disamping itu, saya sudah terbiasa hidup penuh dengan tantangan," ketusnya.
"Kalaupun ada sindirin, saya tidak peduli disitu. Inisiatifnya, aku sendiri tahu tentang hidupku," kata Leo dengan polos.
Leo pun mengaku, sekarang badannya semakin bugar. Penyakit jantung yang dideritanya perlahan pulih. "Dan ternyata, bertenun ini harus dilakukan dengan hati, jiwa harus tenteram dan penuh kecermatan,"ujarnya sambil tertawa.
Ada inovasi ke depan? " Sekarang saya sudah mencintai ini dan menjadi sebuah pilihan. Kedepan, berencana menenun motif yang labih bagus lagi supaya lebih mahal. Saya pun melihat Pemkab Taput juga memberikan perhatian kepada pengrajin ulos. Saya dengar, ibu Satika Simamora, (istri Bupati Taput), juga sangat peduli," ucapnya.
Lantas, dengan pekerjaan Leo yang sekarang, dia pun sudah berhasil menjual 10 stel sarung komplit."Itu saya jual langsung ke Pasar Tarutung pada setiap Sabtu subuh,"ungkapnya.
Dibahagian lain, Leo pun memperkenalkan sejumlah media (perkakas ) yang mempunyai fungsi penting dan saling mendukung dalam pembuatan tenun ulos. Ia menyebut media itu dengan bahasa Batak Toba diantaranya, 'turak, baliga, hapolutan, balobas, lili, hasoli, hatulungan' yang berfungsi merajut benang hingga menjadi tenun ulos.
Ada juga media lain yakni 'pamapan' dan 'hapit' yang memegang badan tenun dari ujung ke ujung dan ' tundalan' media sandaran tubuh petenun.
Ia mengakui juga, proses awal pembuatan tenun kini ia lakukan sendiri yaitu mulai dari mangani, makkanji, makhuhul (menggulung) benang.
Diakhir perbincangan, Leo menyebutkan bahwa dalam minggu ini Leo akan pindah rumah, tetapi masih berada di dusun yang sama. Diketahui, rumah yang ia tempati itu sudah teraliri jaringan listrik.
"Disana saya akan bertenun pada malam hari, karena sudah ada sinar bola lampu listrik.Mungkin pekerjaan rajutan tenun saya akan cepat selesai, jika pada malam hari kulakukan juga," pungkasnya.