Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Taput. Sejak UU Cipta Kerja disahkan 5 Oktober 2020, banyak elemen masyarakat menolak. Hal ini disebabkan karena “Omnibus Law” itu dianggap merugikan tenaga kerja atau buruh.
Ternyata kondisi sebaliknya juga terjadi, tidak sedikit pihak yang menilai UU Cipta Kerja sangat positif, karena memberi peluang seluas-luasnya bagi ekonomi kerakyatan, terutama koperasi dan UMKM .
Ketua Umum Angkatan Muda Koperasi Indonesia (AMKI), Frans Meroga Panggabean, dikonfirmasi Medanbisnisdaily, Selasa ( 13-10-2020) mengatakan, mengacu pada niatan awal “Omnibus Law” ini dibuat adalah untuk membuka kesempatan kerja seluas-luasnya sebagai konsekuensi bonus demografi Indonesia yang mayoritas penduduk usia produktif akan diisi generasi muda,"katanya.
Menurut Meroga, jumlahnya lebih dari 40% atau minimal 100 juta orang yang akan terjadi dalam 10 tahun berikut.
"Mereka anak muda butuh lapangan kerja dan aktifitas produktif melalui wirausaha. Jadi memang UU Cipta Kerja ini dirancang sedemikian rupa agar menjadi jawaban atas banyak hambatan yang dihadapi selama ini dalam pembukaan usaha," urainya.
Dalam UU itu sebut Meroga, diatur banyak kemudahan, baik dari aspek perizinan, aspek akses pasar dan aspek kemitraan," ujarnya usai menjadi narasumber Webinar yang diadakan LIPI, Selasa (13/10/20).
"Ini sungguh baik dan kami sangat apresiasi kepada pemerintah dan juga DPR, atas telah disahkan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Terkhusus dalam klaster Koperasi dan UMKM, kami melihat disini substansi pasal yang mengatur, terlihat jelas sangat berpihak dan memberi prioritas, juga memperluas kesempatan kepada ekonomi kerakyatan, terutama koperasi dan UMKM," lanjut Frans.
Dalam membedah isi dari UU Cipta Kerja, AMKI mengungkap fakta,Omnibus Law menyebut kata koperasi berulang sebanyak 114 kali dan menyebut kata UMKM berulang sebanyak 126 kali. Lalu, kajian AMKI temukan sedikitnya 5 (lima) hal baru yang dinilai sangat positif dalam menjawab masalah utama koperasi dan UMKM untuk tumbuh, sesuai tertuang dalam klaster Koperasi dan UMKM, pada Bab V UU Cipta Kerja.
Pertama, dalam pasal 86 yang mengatur perubahan beberapa ketentuan dalam UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dengan perubahan Koperasi Primer dapat dibentuk paling sedikit oleh 9 (sembilan) orang. Lalu berikutnya Koperasi Sekunder dapat dibentuk oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi. Kedua hal ini jelas mendorong semakin banyak terbentuknya koperasi yang akan berperan dalam banyak aspek.
“Kami sangat gembira dengan adanya kemudahan ini, yang pastinya akan menambah semangat AMKI untuk semakin memasyarakatkan koperasi kepada generasi muda. Transformasi koperasi modern akan semakin terakselerasi untuk dapat diwujudkan,” seru Frans yang juga dikenal sebagai Praktisi Koperasi Milenial.
Kedua, selanjutnya pada halaman 470 yang mengubah ketentuan Pasal 43 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, sehingga berbunyi sebagai berikut: Kelebihan kemampuan pelayanan Koperasi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota Koperasi dalam rangka menarik masyarakat menjadi anggota Koperasi.
“Perubahan ini pasti menjadi angin segar bagi kami pelaku koperasi karena tidak akan lagi ada penghambat semangat untuk melakukan ekspansi dengan strategi yang modern, seperti digitalisasi, tenaga pemasar profesional, dan iklan meluas,"katanya.
Ketiga, sebut Meroga, pada pasal 90 yang mengatur tentang usaha besar dan BUMN wajib berhubungan dengan koperasi dan UMKM dalam sebuah kemitraan yang strategis. Terlihat jelas ketegasan pemerintah untuk mengatur bagaimana peran masing-masing pelaku usaha agar dapat terbentuk ekosistem usaha ekonomi kerakyatan yang kondusif dan saling menguatkan serta saling mendukung.
Lebih lanjut Frans menambahkan, karena disini dikaitkan wajib melakukan kemitraan saling mendukung dan saling melengkapi, menguatkan, melindungi. Hal inilah juga bentuk kongkrit sebagai turunan dari UU No. 25 tahun 1992, tentang perkoperasian pasal 63.
"Jadi kami optimis ekosistem usaha dan iklim bisnis kedepan tidak lagi hanya dipenuhi oleh persaingan dan saling mematikan dan menutup peluang. Setiap pelaku usaha akan berjalan seiring sesuai dengan porsinya masing masing dan sesuai dengan karakter dan jaringan masing masing," ujar Frans.
Keempat, dalam pasal 97 dikatakan bahwa Pemerintah wajib mengalokasikan paling sedikit 40% (empat puluh persen) produk dan jasa Usaha Mikro dan Kecil serta Koperasi dari hasil produksi dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa.
Kelima, pasal 53A ayat 2 yang berbunyi Pengusahaan tempat promosi dan pengembangan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah, Tempat Istirahat dan Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengalokasikan lahan pada jalan Tol paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari total luas lahan area komersial untuk usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah.
"Ini sangat bagus, dan merupakan ketegasan pemerintah, untuk memberikan peluang bagi UMKM dan koperasi menjual makanan khas daerah ataupun mengenalkan produk lokal di Rest Area di jalan tol" urainya.
Berikutnya pasal 3 ayat 2 (dilakukan dengan partisipasi Usaha Mikro dan Kecil melalui pola kemitraan). “Disini AMKI melihat jelas bahwa pola ini kemitraan bukan sewa, yang mungkin nantinya dalam bentuk bagi hasil," ujar Frans.
Terakhir, pada pasal 43 ayat 4 mengenai Koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan utama di segala bidang kehidupan ekonomi rakyat. dan ayat 5 mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan usaha Koperasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
"Mengacu pada pasal 43 ayat ke 5, kami berharap dan percaya pemerintah tetap dengan niat yang baik akan menciptakan sebuah perlakuan yang setara dan juga penciptaan sebuah ekosistem usaha ekonomi kerakyatan yang kondusif," ujar Frans.
"Kami optimis, kita akan lari kencang dan melakukan terobosan dan lompatan besar dan dasyat serta menjadi momen perwujudan Visi Indonesia Maju 2030 dan Visi Indonesia Unggul 2045," pungkasnya.