Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Salah satu poin penting dan tujuan geopark adalah sinergisitas antara wisata dan konservasi lingkungan. Kedua aspek ini akan bisa tercapai dengan teredukasinya masyarakat sekitar secara terus menerus. Begitu juga dengan Geopark Kaldera Toba (GKT) yang telah diterima menjadi anggota geopark global di UNESCO tahun lalu. Sudah jadi rahasia umum selain sisi geologis, diterimanya GKT masuk keanggotaan geopark dunia karena kekayaan hayati yang dimiliknya.
Namun harapan itu berbeda bila dilihat dari komposisi Badan Pengelola GKT yang saat ini kelembagaannya berubah nama menjadi Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark. Salah satu stakeholder di bidang konservasi di daerah ini, justru mengaku tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan GKT.
"Gak pernah. Sama sekali tak pernah. Itulah aku pun bingung. Mestinya ia," kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatra Utara (Sumut) Hotmauli Sianturi saat diwawancarai medanbisnisdaily.com, usai rapat dengar pendapat dengan Komisi B DPRD Sumut, di Gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Senin (8/2/2021)
Ditanya soal kerusakan ekosistem hutan Sibaganding, Simalungun, dimana satwa monyet yang ada di dalamnya kerap berkeliaran di jalan sekitar Prapat, Hotmauli tidak mengelak.
"Ia itulah bukti bahwa ada kerusakan di hutan itu. Tapi itulah soal Sibaganding ini kami juga bingung. Mestinya memang di bawah tanggung jawab kami, tapi karena statusnya Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KWDTK), ada lembaga lain yang tanggungjawabi," kata Hotma.
Melengkapi informasi, kawasan hutan Sibaganding adalah salah satu dari 16 geosite GKT yang ada di Kabupaten Simalungun yang disebut Geosite Sibaganding. Sibaganding dikenal karena kerumunan monyet dari hutan itu yang kerap berseliweran di jalan sekitar Prapat. Sering pula monyet-monyet ditabrak kendaraan yang melintas.