Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Thriller, horor dan film-film supernatural adalah jenis film yang asyik untuk ditonton karena kesederhanaannya. Penonton diundang untuk merasakan kengerian dan teror. Film-film jenis ini menawarkan adrenalin yang membuat pecinta film sejenis tertawa kesenangan. Blood Red Sky, film Netflix terbaru dari Jerman yang disutradarai oleh Peter Thorwarth, menawarkan itu. Di atas kertas film ini memiliki premis yang sangat menarik. Tapi apakah hasil akhirnya sesuai dengan ekspektasi?
Blood Red Sky bercerita tentang seorang ibu bernama Nadja (Peri Baumeister) dan anaknya bernama Elias (Carl Anton Koch) yang bersiap untuk pergi ke New York. Nadja kelihatannya sakit parah dan tujuannya ke New York sepertinya untuk mengobati penyakitnya ini. Selama di pesawat so far so good sampai akhirnya beberapa orang membunuh co-pilot.
Berg (Dominic Purcell), ketua dari geng pembajak ini, mengumumkan bahwa mereka menguasai pesawat. Tentu saja Berg meminta semua penumpang untuk tidak panik sampai akhirnya uang tebusan dibayar. Dalam sebuah insiden Nadja ditembak dan para pembajak ini mengira Nadja sudah tewas. Yang mereka tidak tahu Nadja sebenarnya adalah seorang vampir dan sekarang ia menggunakan kemampuannya untuk menyelamatkan anaknya dan penumpang-penumpang lain. Teror baru saja dimulai.
Baumeister sebagai hero dan juga villain dalam Blood Red Sky mendapatkan tugas berat. Make-up dan prostetiknya memang membantunya untuk berubah menjadi sosok yang menyeramkan. Tapi gerakan tubuhnya yang liar seperti binatang membuatnya menjadi karakter yang asyik untuk diikuti. Tatapan matanya yang penuh dengan kemarahan membuat Nadja menjadi horor yang mematikan. Disaat yang sama, Baumeister juga berhasil memperlihatkan sisi emosionalnya. Bagaimana cara dia melindungi anaknya dan tentu saja cara dia mengontrol hawa nafsunya membuat penampilannya menjadi memorable. Selain Baumeister, Alexander Scheer yang berperan sebagai Eightball dan Dominic Purcell juga sangat meyakinkan sebagai villain utama. Mereka berhasil membuat saya kesal sepanjang film.
Tapi sayangnya walaupun Blood Red Sky mempunyai aktor-aktor yang commit dengan premisnya yang gila, film ini tidak diberkahi dengan skrip yang brilian dan penyutradaraan yang mumpuni. Skrip yang ditulis oleh Thorwarth dan Stefan Holtz agak melambat di pertengahan dan resolusi di babak ketiga juga berbelit-belit. Meskipun ada beberapa twist yang menarik di beberapa bagian, tapi Blood Red Sky kurang memaksimalkan premis yang ada. Dengan konsep vampir-dalam-pesawat, Blood Red Sky harusnya bisa menghentak seperti Don't Breathe yang mempunyai premis mirip hanya saja minus vampir.
Sebagai teror, Blood Red Sky sudah berbaik hati memberikan elemen drama yang cukupan sehingga dia mempunyai sesuatu yang lebih dari sekedar film vampir di dalam pesawat. Tapi sayang sekali editingnya kurang bersahabat sehingga tensinya naik turun kurang prima. Padahal jika Blood Red Sky dibuat ngegas terus sampai akhir film, film ini bisa menjadi thriller yang apik.
Kalau Anda kangen nonton film-film yang mengundang adrenalin, Blood Red Sky bisa dicoba. Durasinya yang pas (dua jam-an) lumayan oke untuk dijadikan hiburan di akhir pekan. Blood Red Sky mungkin tidak sejenius Snakes On A Plane yang tahu benar akan menjadi film yang selalu diingat. Tapi setidaknya film ini menawarkan teror yang pas dan desain vampir yang asyik. dtc