Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Setiap tanggal 31 Oktober, Indonesia merayakan Hari Oeang Republik Indonesia. Hari Oeang diperingati untuk mengingat kembali perjalanan uang pertama yang dicetak sendiri oleh Indonesia.
Memang hingga Rupiah ditetapkan sebagai mata uang resmi, perjalanan Indonesia tidak mudah dalam menentukan alat pembayaran. Hal ini karena masih banyaknya masalah yang dihadapi oleh pemerintahan Indonesia sesaat setelah merdeka.
Dikutip dari laman resmi kemenkeu.go.id, disebutkan misalnya datangnya tentara sekutu untuk menerima penyerahan kekuasaan dari Jepang karena kosongnya kekuasaan di Indonesia akibat Jepang yang kalah.
Lalu perundingan antara Indonesia dan Belanda yang justru merugikan. Hingga akhirnya sekutu ingin menguasai negara jajahannya.
Beberapa bulan setelah merdeka, pada 1 Oktober 1945, pemerintah menetapkan mata uang yang berlaku yaitu uang dari De Javasche Bank, uang Hindia Belanda dan uang Jepang.
Lalu pada keesokan harinya pemerintah mengeluarkan maklumat dan menetapkan uang NICA tak lagi berlaku di Indonesia. Pada 3 Oktober 1945 keluar lagi maklumat Presiden Republik Indonesia yang menentukan jenis uang yang sementara masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah.
Antara lain uang kertas De Javasche Bank, uang kertas dan logam pemerintah Hindia Belanda yang telah disiapkan yaitu De Japansche Regering dengan satuan gulden yang terbit pada 1942.
Kemudian uang kertas pendudukan Jepang yang menggunakan Bahasa Indonesia yaitu Dai Nippon emisi 1943 dengan pecahan 100 rupiah. Lalu ada juga Dai Nippon Teikoku Seibu tahun emisi 1943 bergambar Wayang Orang Satria Gatot Kaca bernilai 10 rupiah dan gambar Rumah Gadang Minang bernilai 5 rupiah.
Pada 7 November 1945 Menteri Keuangan A.A Maramis membentuk panitia penyelenggara pencetakan uang kertas RI. Hal ini sejalan dengan rencana penerbitan Oeang Republik Indonesia (ORI).
Panitia mencari percetakan dengan teknologi yang relatif modern di Jakarta dan mengusulkan G. Kolff di Jakarta dan percetakan Nederlandsch Indische Metaalwaren en Emballage Fabrieken (NIMEF) di Malang sebagai calon percetakan yang memenuhi syarat.
Lalu Balai Pustaka Jakarta ditunjuk sebagai pembuat desain dan bahan induk berupa negatif kaca. Pengerjaan dilakukan oleh Bunyamin Suryohardjo. Kemudian pelukis ORI adalah Abdulsalam dan Soerono. Proses pencetakan berupa cetak offset dilakukan di Percetakan Republik Indonesia, Salemba. Saat itu masih berada di bawah Kementerian Penerangan.
ORI terus terusan dicetak setiap harinya sejak pukul 7 hingga 10 malam sejak awal tahun 1946. Namun pada Mei 1946 kondisi keamanan negara terganggu hingga akhirnya proses pencetakan ORI harus dialihkan ke berbagai daerah misalnya Yogyakarta, Surakarta, Malang dan Ponorogo.
Nah kondisi ini yang membuat ORI pertama kali beredar pada 30 Oktober 1946. Saat itu ORI ditandatangani oleh A.A Maramis walaupun sebenarnya dia tak lagi menjadi Menteri Keuangan sejak November 1945.
Beredarnya ORI ini sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Sjafruddin Prawiranegara pada 29 Oktober 1946. ORI resmi diedarkan pada 30 Oktober 1946.
Sebelum diedarkan, Wakil Presiden Mohammad Hatta berpidato di Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta yang membangkitkan semangat bangsa Indonesia sebagai negara berdaulat dengan diterbitkannya ORI.
Dalam pidatonya Hatta menyebutkan ORI merupakan satu-satunya alat pembayaran yang sah. "Mulai pukul 12 tengah malam nanti, uang Jepang yang selama ini beredar sebagai uang yang sah tidak laku lagi," ujar Hatta dikutip dari laman kemenkeu.go.id, Sabtu (30/11/2021).
Hatta juga menyebut jika uang De Javasche Bank tak lagi berlaku. "Dengan ini, tutuplah suatu masa dalam sejarah keuangan Republik Indonesia. Masa yang penuh dengan penderitaan dan kesukaran bagi rakyat kita. Uang sendiri itu adalah tanda kemerdekaan Negara," ucapnya.
ORI langsung diterima oleh masyarakat Indonesia. Nah sejak itu tanggal 30 Oktober disahkan sebagai Hari Oeang Republik Indonesia oleh Presiden berdasarkan lahirnya emisi pertama ORI.(dtf)