Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
SELAMA bulan suci Ramadan, sejumlah komoditas pangan mengalami kenaikan harga. Fenomena ini terjadi di seluruh Indonesia, hal ini jelas menjadi tantangan bagi pemerintah untuk secepat mungkin melakukan stabilisasi harga pangan.
Beberapa komoditas sehari-hari mengalami kelonjakan harga luar biasa. Seperti harga cabai rawit merah, bawang putih, daging ayam, hingga telur ayam.
Harga cabai rawit merah di sejumlah pasar tradisional di Indonesia tembus Rp90.000/kg. Padahal sebelumnya harga cabai dibanderol Rp 60.000-
70.000/kg. Bawang putih menjadi satu komoditas mengalami lonjakan, harganya kini Rp 36.000/kg untuk bawang putih biasa sementara bawang putih kating dibanderol Rp 40.000/kg. Padahal sebelumnya harga bawang putih dipatok sekitar Rp 28.000-36.000/kg.
Kondisi ini jelas merasahkan warga masyarakat apalagi kondisi seperti ini terus terjadi tiap yang seolah tidak pernah ada jalan penyelesaian.
Merespon ini sejak awal memasuki masa Ramadan, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) telah menyebut jika ada potensi besar ketidakstabilan kenaikan harga pangan masa Ramadhan.
Pemerintah pun dinilai belum serius dalam meredam kenaikan harga yang mulai terjadi. Ikappi menilai belum ada upaya lanjutan dari pemerintah secara konkret sehingga harga beberapa komoditas pangan tidak turun. Padahal, fase pertama kenaikan harga sudah masuk.
Dalam rasionalisasi ini, jika permintaan sudah tinggi dan tidak ada upaya lanjutan, maka Ikappi pesimis jika harga pangan pasaran akan turun.
Meski demikian, Ikappi tetap mendorong agar pemerintah melakukan upaya penurunan harga pangan. Upaya tambahan diperlukan supaya harga pangan kembali membaik dan tidak tinggi.
Karena jika hal semcam ini dibiarkan terus- menerus, maka pedagang semakin merasa kesulitan menjual harga yang cukup tinggi di bulan Ramadan.
Antisipasi Rasional
Sejak Covid-19 melanda dunia, ancaman terhadap ketahanan pangan menjadi hal yang penting untuk dibijaksanai. Dalam prosesual ini, melonjaknya harga pangan dan energi akibat dampak pandemi Covid-19 yang disertai kenaikan harga pupuk, perubahan iklim dan konflik Rusia dan Ukraina sebagai kawasan basis pangan sejatinya memberi konsekuensi logis bagi peningkatan kesadaran ekosistem pangan secara rasional.
Dalam dimensi yang lebih luas, semangat solidaritas global sejatinya menciptakan sebuah siklus rasional untuk tetap mengintegrasikan kemandirian pangan dan keamanan pangan sebagai kesatuan yang utuh.
Jika kemandirian dan keamanan pangan bekerja maksimal maka sudah pasti upaya pengendalian harga pangan akan dapat tumbuh secara lebih stabil.
Kunci antisipasi rasional dalam pengendalian harga pangan sejatinya ditentukan oleh peran pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif dalam kontekstual ini ketidaksetaraan akan meningkatkan sumber daya ketahanan pangan demi dapat menjamin pembangunan berkelanjutan.
Jika membaca sejarah pertanian Indonesia, pada tahun 1970-an ketahanan pangan berdasarkan pada urgensi ketersediaan pangan tingkat global dan nasional daripada tingkat rumah tangga. Sementara pada tahun 1980-an ketahanan pangan beralih ke akses pangan pada tingkat rumah tangga dan individu.
Cukup tidaknya persediaan pangan di pasar berpengaruh pada harga pangan. Kenaikan harga pangan bagi keluarga yang tidak bekerja atau yang bekerja tetapi penghasilannya tidak cukup, dapat mengancam kebutuhan gizinya yang berarti ketahanan pangan keluarganya terancam.
Sebaliknya, persediaan cukup, harga stabil tetapi banyak penduduk tanpa kerja dan tanpa pendapatan akan menyebabkan persediaan pangan itu tidak efektif.
Karena itu pembangunan Sumberdaya Manusia (SDM) akan dapat mengatur pola keseimbangan dan keserasian antara kebijaksanaan sistem pangan (produksi, distribusi, pemasaran, dan konsumsi) dan kebijaksanaan bidang sosial seperti penanggulangan kemiskinan, pendidikan,
kesehatan, gizi dan lain-lain.
Konsep ketahanan pangan dapat diterapkan untuk menyatakan situasi pangan pada beberapa tingkatan global, nasional, regional (daerah), dan tingkat rumah tangga serta individu.
Sementara itu ketahanan pangan tingkat global, nasional, regional, komunitas lokal, rumah tangga dan individu merupakan suatu rangkaian sistem hierarkis.
Dalam hal ini ketahanan pangan rumah tangga tidak cukup menjamin ketahanan pangan individu. Kaitan ketahanan pangan individu dan rumah tangga ditentukan oleh alokasi dan pengolahan pangan dalam rumah tangga, status kesehatan anggota rumah tangga, kondisi kesehatan
dan kebersihan lingkungan setempat.
Selain itu faktor tingkat pendidikan suami-istri, budaya dan infrastruktur juga menentukan ketahanan pangan individu/rumah tangga.
Terkait konsep terjamin dan terpenuhinya kebutuhan pangan bagi setiap individu tersebut perlu pula diperhatikan aspek jumlah, mutu, keamanan pangan, budaya lokal serta kelestarian lingkungan dalam memproduksi dan mengakses pangan.
Dalam perumusan kebijakan maupun kajian empiris ketahanan pangan, penerapan konsep ketahanan pangan tersebut perlu dikaitkan dengan rangkaian sistem hirarki sesuai dimensi sasaran mulai dari tingkat individu, rumah tangga, masyarakat/ komunitas, regional, nasional maupun global.
Pada tataran dialektika ini, kondisi ketahanan pangan rumah tangga dapat dicerminkan oleh beberapa indikator antara lain pada soal kerusakan tanaman, ternak, perikanan, penurunan produksi pangan akan memberi dampak serius bagi ketersediaan pangan di rumah tangga.
Disinilah pemerintah harus membangun hilirisasi penyelesaian dalam kebijakan stabilitasi harga.
Hilirisasi Penyelesaian
Kebijakan stabilisasi harga ialah upaya sistematis yang dilakukan pemerintah untuk menjaga harga stabil suatu level yang dikehendaki, dalam arti berfluktuasi dengan rentang sempit.
Dalam konteks pangan dan pertanian, terdapat dua objek kebijakan stabilisasi harga yaitu, harga jual petani dan harga beli konsumen. Di satu sisi, sasaran kebijakan harga jual petani ialah menjamin harga jual yang wajar sehingga petani bergairah berusaha tani karena memperoleh imbal hasil yang cukup tinggi.
Selanjutnya akan meningkatkan produksi pangan nasional maupun kesejahteraan petani. Peningkatan produksi pangan nasional adalah kunci
kemandirian negara dalam pengadaan pangannya. Jika harga jual petani terlalu rendah, maka petani akan mengurangi produksi pangan dan mengalihkan sebagian sumber daya yang dimilikinya untuk kegiatan produktif lain.
Harga pangan menjadi kunci untuk menjamin akses pangan bagi seluruh rakyat. Jika harga terlalu tinggi, maka banyak konsumen gagal memperoleh pangan sesuai dan cukup, sehingga mereka akan mangalami rawan pangan dan gizi.
BACA JUGA: Menjaga Keseimbangan Perdagangan Negara
Sementara itu, selisih harga di tingkat konsumen dengan di tingkat petani (selanjutnya disebut margin pemasaran) adalah kunci kelayakan usaha pengolahan dan pemasaran pangan.
Jika selisih harga konsumen dengan harga petani terlalu kecil, maka pengolahan dan pemasaran dapat menjadi tidak layak usaha, sehingga distribusi bahan pangan dari petani ke konsumen menjadi terhambat.
Akibatnya, hasil usaha tani tidak terjual, sementara konsumen akan kekurangan pasokan pangan.
Dengan demikian, stabilisasi harga juga harus dapat menjamin margin pemasaran yang cukup untuk kelayakan usaha pengolahan dan pemasaran hasil usaha tani.
Dengan demikian, kebijakan stabilisasi harga pangan diarahkan untuk menjamin harga yang wajar di tingkat petani sehingga mereka memperoleh laba yang tinggi untuk peningkatan produksi pangan dan meningkatkan kesejahteraan rumah tangga tani.
Pada proses yang lain upaya untuk menjamin harga pangan yang terjangkau juga harus membentuk skema langkah pangan yang bermutu untuk memenuhi kebutuhan gizi, aman sesuai selera.
Pada posisi lain, menjamin margin harga yang menguntungkan bagi usaha pengolahan dan pemasaran pangan sehingga pengolahan dan distribusi pangan terjamin lancar dan semakin maju.
Tujuan untuk meningkatkan harga produk di tingkat petani akan menyebabkan harga pada tingkat konsumen meningkat. Dampaknya menghambat pencapaian menstabilkan harga di tingkat konsumen pada tingkat yang terjangkau.
Sebaliknya, upaya menstabilkan harga tingkat terjangkau konsumen akan menekan harga di petani. Kondisi ini menghambat pencapaian tujuan menjamin harga wajar bagi petani.
Untuk itulah pemerintah harus benar – benar serius untuk dapat menjamin kewajaran harga pada tingkat petani demi proses kestabilan pada jangkauan kebutuhan pangan dilevel yang lebih jauh.
====
Penulis Analis dan Eksekutif Jaringan Studi Indonesia
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG) posisi lanskap, data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]