Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
BEBERAPA waktu belakangan kalangan masyarakat hukum Indonesia dihebohkan dengan pernyataan dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Menko Marves dalam suatu kesempatan menyampaikan bahwa strategi pemberantasan korupsi yang hanya berfokus pada penindakan dengan menangkapi orang adalah strategi kampungan.
Pernyataan singkat yang dilontarkan oleh Menko Marves tersebut menimbulkan banyak respon dari kalangan pemerhati hukum di Indonesia. YLBHI, ICW, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), hingga Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.
Penanggulangan Tindak Pidana
Permasalahan krusial dari pernyataan yang dilontarkan oleh Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan ialah persoalan penanggulangan tindak pidana dalam hal ini tindak pidana korupsi.
Berbicara mengenai penanggulangan tindak pidana, maka kita berbicara mengenai kebijakan kriminal/politik kriminal. Kebijakan kriminal berbicara mengenai upaya apa yang bisa dilakukan/ditempuh untuk menanggulangi tindak pidana.
Gerardus Petrus Hoefnagels seorang ahli pidana berkebangsaan Belanda mengatakan bahwa, terdapat tiga cara atau upaya yang bisa dilakukan untuk menanggulangi tindak pidana. Tiga cara tersebut bisa digunakan untuk menanggulangi tindak pidana apapun itu.
Pertama, penanggulangan tindak pidana dengan menggunakan hukum pidana (criminal law application). Kedua, penanggulangan tindak pidana dengan mencegah tanpa mempidana (prevention without punishment). Ketiga, penanggulangan tindak pidana dengan mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai sanksi melalui media masa (Influencing views of society on crime and punishment by mass media).
Barda Nawawi Arief, seorang ahli pidana Indonesia dengan merujuk kepada pendapat Gerardus Petrus Hoefnagels, menyimpulkan bahwa untuk menanggulangi tindak pidana dapat dilakukan melalui dua sarana. Pertama, menggunakan sarana hukum pidana atau disebut penal policy (kebijakan penal). Kedua, menggunakan sarana bukan hukum pidana atau disebut non penal policy (kebijakan nonpenal).
Kebijakan Penal
Penanggulangan tindak pidana menggunakan sarana hukum pidana berarti bahwa hukum pidana yang sudah ada dalam peraturan perundang-undangan di aplikasikan terhadap tindak pidana yang terjadi. Di sini tindak pidananya sudah terjadi, sifatnya represif. Titik fokus penanggulangan tindak pidana menggunakan sarana hukum pidana ini pada penindakan dan penegakan hukum.
BACA JUGA: Menyoal Penafsiran dan Pengaplikasian RKUHP
Upaya-upaya yang diatur dalam hukum pidana diaplikasikan agar tindak pidana yang terjadi tidak terulang kembali, baik oleh pihak yang melakukan maupun oleh pihak lainnya. Operasi tangkap tangan, pemberian sanksi yang berat, pemberian rehabilitasi merupakan bentuk-bentuk daripada sarana penanggulangan tindak pidana menggunakan hukum pidana.
Kebijakan Nonpenal
Penanggulangan tindak pidana menggunakan sarana bukan hukum pidana dimaksudkan untuk mencegah supaya tindak pidana tidak terjadi. Artinya titik fokus sarana ini ialah preventif, jadi tindak pidananya belum terjadi.
Penanggulangan tindak pidana menggunakan sarana non penal ini sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana (Kriminogen).
Upaya pencegahan baru bisa dilakukan apabila sudah mengetahui faktor penyebab terjadinya suatu tindak pidana. Apabila faktor penyebab terjadinya tindak pidana adalah faktor ekonomi maka upaya penanggulangan tindak pidana melalui sarana non penal dilakukan dengan meningkatkan ekonomi masyarakat.
Dua sarana penanggulangan tindak pidana diatas pada dasarnya mempunyai karakteristik yang sangat berbeda. Sarana penal berlandaskan kepada hukum pidana yang ada, sedangkan sarana non penal berlandaskan kepada cabang ilmu di luar hukum pidana.
Sarana penal titik fokusnya pada tindak pidana yang telah terjadi dan berupaya supaya tindak pidana tersebut tidak terjadi lagi, sedangkan sarana non penal titik fokusnya pada tindak pidana yang belum terjadi dan mencegah agar tidak terjadi tindak pidana.
Kedua sarana penanggulangan tindak pidana tersebut pada dasarnya mempunyai sisi positifnya masing-masing dan bersifat saling melengkapi bukan saling meniadakan.
Ketika sarana non penal belum mampu mencegah terjadinya tindak pidana, maka sarana penal akan memainkan fungsinya untuk menindak tindak pidana yang terjadi agar dikemudian hari tindak pidana tersebut tidak terulang kembali.
Pernyataan Menko Marves sebagaimana disebutkan diatas tentunya kurang tepat. Selama penanggulangan tindak pidana korupsi menggunakan sarana non penal belum bisa berjalan dengan baik, maka penanggulangan tindak pidana menggunakan sarana penal dengan melakukan penindakan harus tetap dilakukan, bahkan harus diperkuat.
Karena jika harus menunggu sarana nonpenal berjalan baik untuk menanggulangi tindak pidana korupsi, maka korupsi akan merajalela. Melakukan penindakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi, bahkan dengan melakukan OTT merupakan cara yang bisa dilakukan untuk menanggulangi tindak pidana korupsi sambil menunggu sarana non penal bisa berfungsi dengan baik.
Namun, disisi lain terlepas dari benar dan salahnya, tepat dan kurang tepatnya pernyataan Menko Marves, tentunya hal tersebut harus menjadi catatan penting bagi pengambil kebijakan untuk mulai melirik dan memfungsikan sarana non penal dalam penanggulangan tindak pidana khususnya tindak pidana korupsi yang selama ini terabaikan dan terlupakan.
====
Penulis Penggiat Hukum Pidana/MIH Universitas Gadjah Mada
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]