Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Kementerian Agama mewajibkan pedagang makanan dan minuman, termasuk pedagang kaki lima (PKL) mempunyai sertifikat halal. Kewajiban ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (AKUMANDIRI) Hermawati Setyorinny menilai aturan tersebut belum tepat apabila sasarannya PKL. Menurutnya, para (PKL) belum peduli terkait sertifikasi halal, mulai dari prosedur, persyaratan, hingga urgensinya.
"Kalau sasarannya ke PKL, pelaku usaha ultra mikro, itu kayaknya jangan menjadi fokus. Karena mereka ini belum tau masalah sertifikasi halal. Pemerintah juga nggak sosialisasi turun ke bawah," kata Hermawati kepada detikcom, Senin (12/2/2024).
Selain itu, Hermawati menyebut pemerintah belum siap dari segi infrastruktur. Dia pun membandingkan dengan tempat pemotongan ayam di Singapura. Di negara tersebut, sudah tersedia tempat pemotongan ayam bersertifikasi halal.
Sementara di Indonesia, sebagian besar pedagang mengambil di pasar. Apabila ingin mengajukan sertifikasi halal, dari cara pengolahan bahan baku, seperti ayam juga tidak luput dari peninjauan.
"Karena mata rantainya nggak simpel. Di Singapura jelas ada yang disembelih secara syariat agama, ada yang halal, dan tidak. Ya, belum siap secara infrastruktur dan orang yang melakukannya," jelasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Edy Misero. Edy menilai aturan tersebut belum mendesak apabila sasarannya PKL, meskipun tujuannya baik. Hal ini dikarenakan banyak pedagang PKL yang belum membutuhkan sertifikasi halal. Apalagi sertifikasi halal membutuhkan biaya.
"Belum ada kebutuhan mendesak, walaupun baik. Ada pembiayaan di situ yang dikenakan setiap produk UMKM. Jual nasi goreng juga kena (biaya), berapa yang harus mereka keluarkan padahal usaha mikro yang kecil? (Biaya) sertifikasi sekian ratus ribu," kata Edy.
Di sisi lain, dia juga menyoroti kemampuan pemerintah dalam menerbitkan sertifikasi halal. Dalam rentang waktu sepuluh tahun saja, Edy menyebut pemerintah hanya mengeluarkan sebanyak 2,4 juta sertifikasi halal. Apalagi dengan batas waktu wajib sertifikasi halal bagi UMKM yang ditentukan hingga Oktober 2024.
"Selama 10 tahun, mampu menerbitkan 2,4 juta sertifikasi halal. Bayangkan tiba-tiba ditarik, misalnya dari targetnya (tahun 2040 10 juta sertifikasi, berarti ada 7,6 juta sertifikasi yang harus dikeluarkan. Nggak mudah, berhasil nggak? Nggak mudah capai target 10 juta," jelasnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag Muhammad Aqil Irham mengatakan pelaku usaha wajib mempunyai sertifikat halal sampai batas akhir 17 Oktober 2024.
Aqil menjelaskan ada tiga kelompok pedagang yang wajib mempunyai sertifikasi halal, yakni pedagang produk makanan dan minuman, pedagang bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman. Kemudian produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan.
"Batasan ketiga kelompok produk tersebut sudah jelas, dan tanpa pengecualian. Jadi misalnya produk makanan, mau itu yang diproduksi oleh usaha besar, menengah, kecil hingga mikro seperti pedagang kaki lima di pinggir jalan, semuanya sama, dikenai ketentuan kewajiban sertifikasi halal sesuai ketentuan regulasi," katanya dalam keterangan tertulis.(dtf)