Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Risiko geopolitik semakin meningkat dengan eskalasi konflik yang terjadi di Timur Tengah dan mendorong kenaikan harga minyak serta memicu volatilitas pasar keuangan global. Nilai tukar rupiah melemah hingga sempat mencapai posisi Rp 16.260/dolar AS, terlemah sejak tahun 2020. Bank Indonesia (BI) pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan April 2024 menaikkan suku bunga acuan BI Rate sebesar 25 bps mencapai 6,25% untuk menjaga stabilitas pasar keuangan domestik.
"Namun demikian, di tengah meningkatnya risiko geopolitik global yang terjadi, kinerja ekonomi Indonesia masih stabil. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2024 mencapai 5,11% dan lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya sebesar 5,04%. Pertumbuhan ekonomi didorong oleh akselerasi belanja Pemerintah terutama terkait Pemilu yang juga bersamaan dengan pembayaran THR," kata Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, dalam keterangan tertulis, Selasa (14/5/2024).
Andry menambahkan, tingkat konsumsi rumah tangga masih tumbuh positif dan menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi. Mandiri Spending Index selama triwulan 1 2024 meningkat ke level 206,7, lebih tinggi daripada level 199,1 di triwulan 4 2023. Secara umum belanja selama periode Ramadan - Idulfitri 2024 lebih tinggi dibandingkan periode yang sama 2023. Kenaikan signifikan belanja pada tahun ini terjadi pada periode pemberian THR (dua minggu sebelum Idulfitri). Tercatat, belanja tumbuh 7,1% dibandingkan periode sebelum pemberian THR.
"Angka ini lebih tinggi dibandingkan periode pemberian THR tahun lalu yang sebesar 4,6%. Namun kenaikan belanja ini lebih banyak didorong oleh kenaikan belanja dari segmen menengah dan atas yang masing-masing tumbuh sekitar 9,2% dan 7,1% dibandingkan dengan periode sebelum Ramadan," katanya.
Memasuki periode pasca Idulfitri, belanja masyarakat memasuki periode normalisasi yang diperkirakan berlangsung hingga pertengahan Mei. Begitupun, belanja di sejumlah daerah masih menunjukkan kenaikan, seperti Bali dan Nusa Tenggara. Berdasarkan kategori belanja, belanja Consumer goods melambat lebih dalam dibanding kelompok lain, terutama pada sub kelompok belanja kebutuhan sehari-hari (supermarket) dan yang terkait fesyen.
Sementara perkembangan sektoral pada kuartal 1, 2024 menunjukan beberapa faktor menjadi pendorong pertumbuhan. Diantaranya penyelenggaraan Pemilu 2024, tren mobilitas masyarakat yang masih tinggi dan harga-harga komoditas yang masih relatif tinggi.
Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib mencatatkan pertumbuhan tertinggi di tengah pelaksanaan Pemilu yang bertepatan pada bulan Februari 2024. Sektor ini tumbuh sebesar 18,9% yoy pada triwulan 1 2024, lebih tinggi daripada rata-rata pertumbuhan sektoral yang sebesar 7,13% yoy. Sektor akomodasi dan restoran masih tumbuh tinggi sebesar 9,39%, hal yang sama terjadi di sektor pertambangan yang tumbuh 9,31%.
Sedangkan sektor pengolahan yang merupakan sektor dengan proporsi terbesar di ekonomi Indonesia mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,13% yoy pada triwulan 1 2024 (VS 4,07% yoy pada triwulan sebelumnya). Sektor industri manufaktur yang tumbuh tinggi adalah sektor yang terkait program hilirisasi (industri pengolahan logam dasar) dan yang berorientasi pasar domestik (misalnya, kimia, farmasi, makanan dan minuman). Sementara itu, sektor industri manufatur berorientasi ekspor mengalami tekanan seperti, produk tektil dan furniture.
Secara umum, kata Andry, harga-harga komoditas memang terkoreksi namun level harga yang terbentuk masih menguntungkan. Strategi perusahaan di sektor komoditas, seperti CPO, karet, batubara dan nikel adalah melakukan efisiensi agar margin keuntungan tidak turun dan bertahan di tengah volatilitas harga yang tinggi.
Di sisi lain, pelemahan kondisi ekonomi global mulai berimbas pada komponen investasi dan neraca perdagangan. Pertumbuhan investasi pada triwulan I masih cenderung lambat, yang terutama masih diakibatkan masih rendahnya investasi non-bangunan. Kinerja neraca perdagangan masih mencatatkan surplus, meski dengan nilai yang terus menurun.
Andry mengatakan, potensi risiko ke depan masih besar dengan masih berlangsungnya gejolak geopolitik global, kenaikan harga energi dan pangan, serta tekanan dari keluarnya investasi portfolio asing yang menyebabkan penguatan US Dollar. Dengan demikian, suku bunga acuan belum akan turun dalam waktu dekat.
"Ekonomi Indonesia diperkirakan masih cukup resilien menghadapi gejolak global. Berakhirnya rangkaian tahapan Pilpres akan mendorong keyakinan pelaku ekonomi untuk melakukan ekspansi. Selain itu, akan segera dimulainya tahapan Pilkada juga dapat memberikan dorongan terhadap pertumbuhan konsumsi. Proyeksi Bank Mandiri, ekonomi Indonesia masih akan mencatat pertumbuhan yang sehat pada 5,06% pada tahun 2024," kata Andry.