Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Walaupun berdasarkan keterangan Gubernur Sumatera Utara dan Wali Kota Medan yang menyatakan bahwa Kota Medan belum berada di zona merah, namun secara resmi telah memberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat sejak 12 Juli 2021. Kebijakan itu diikuti dengan penyekatan sejumlah ruas jalan dan pembatasan akses keluar masuk Kota Medan, termasuk pembatasan mobilitas warga kota dan operasional berbagai sektor.
Situasi yang tentunya akan memberikan beban berat bagi para pelaku ekonomi dengan basis pendapatan harian, terutama yang bergerak di sektor perdagangan, retail, kuliner, transportasi, pariwisata dan sosial.
Setelah proses sosialisasi PPKM darurat selama tiga hari terlewati, ternyata belum ada langkah signifikan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menyiapkan mitigasi bagi masyarakat yang rentan secara ekonomi serta terdampak langsung dari kebijakan ini. Padahal persoalan kebutuhan hidup, yang justru sering memaksa masyarakat rentan secara ekonomi untuk tetap melakukan aktifitas, terlebih sektor informal yang merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbesar dikawasan perkotaan.
Pernahkan dihitung sebelumnya, berapa banyak masyarakat yang menggantungkan ekonominya dari sektor nonkritikal dan nonessensial? Berapa banyak yang terdampak langsung dari seluruh pembatasan dan penutupan operasional para pelaku usaha non kritikal dan nonessensial?
Mungkin jumlahnya jauh lebih besar, dan masyarakat seperti inilah yang biasanya akan tetap menjalankan mobilitasnya dengan untuk mempertahankan daya tahan ekonomi keluarga dan usahanya
Beratnya Beban Masyarakat
Jika belajar dari situasi sejak awal pandemi, dapat diasumsikan bahwa efektifitas pembatasan mobilitas warga tidak hanya bergantung pada pendekatan pengawasan dan penegakan peraturan, tetapi dengan memastikan terlebih dahulu langkah mitigasi dampak ekonomi- sosial yang tepat sasaran dan tanpa kecurangan.
Harapan masyarakat setelah berakhirnya PSBB, untuk menata kembali ekonominya yang terpuruk sejak awal pandemi, justru kembali mengalami kekecewaan akibat meledaknya rekor kasus dan kematian akibat Covid-19 varian Delta.
Ledakan kasus dan kematian yang disinyalir terjadi akibat kelalaian atau kegagalan pemerintah dalam melakukan cegah - tangkal pergerakan orang dari dan ke luar negeri, terutama India yang menjadi asal varian delta.
BACA JUGA: Kualitas Pers dan Indikator Demokrasi
Jika wacana perpanjangan PPKM darurat selama 6 Minggu, setelah 20 Juli yang disampaikan Menteri Keuangan kemudian juga dilaksanakan, maka ekonomi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dan sektor informal, akan semakin tertekan dan akan meningkatkan angka kemiskinan, serta mempertebal kesenjangan ekonomi. Dengan perpanjangan penutupan pusat perbelanjaan, retail, toko, kegiatan usaha, hingga mall, termasuk pembatasan operasional bagi restoran, warung makan, kafe dan pedagang kaki lima untuk tidak melayani makan di tempat, tentunya memberikan dampak pada penurunan jumlah pengunjung, yang diikuti dengan penurunan omset dan penghasilan, kondisi yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas dan kapabilitas ekonomi keluarga para pelaku usaha dan pekerjanya.
Padahal dari awal landemi Covid-19 banyak perusahaan dan usaha menengah yang melakukan efisiensi agar bisa bertahan hidup, dengan merumahkan, memangkas upah dan melakukan tindakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada karyawan. Belum lagi sektor UMKM yang bergerak di sektor kuliner, akomodasi makan-minum, kost-kost an, penginapan, catering pesta, hingga pariwisata mengalami kebangkrutan akibat berkurangnya, hingga tidak adanya pemasukan selama masa PSBB, namun masih tetap juga dikejar pajak dan retribusi.
Badan Pusat Statistik ( BPS ) mencatat jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara meningkat sebesar 73.000 jiwa pada September 2020, jika dibandingkan dengan Maret 2020, dengan angka pengangguran sepanjang 2020 selama pandemi Covid-19 sebanyak 508 ribu orang.
Efektivitas vaksinasi dan kebijakan
ledakan kasus dan kematian akibat Covid 19 varian delta, yang sebagian disebabkan oleh kegagalan kerja cegah-tangkal arus masuk dari luar negeri, sudah selayaknya menjadi pengingat bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap implementasi dan pengawasan setiap kebijakan agar tepat sasaran. Tingginya kasus dan kematian, memang memaksa pemerintah berada dalam posisi yang dilematis, di satu sisi harus berpacu untuk menurunkan kasus positif dan menaikkan herd immunity masyarakat melalui vaksin, tapi pemerintah juga harus mempertimbangkan aspek sosiologis, ekonomi dan kesejateraan masyarakat yang semakin menurun.
Dengan beratnya situasi yang dihadapi masyarakat saat ini, mungkin pemerintah lebih baik mengambil beberapa titik fokus, seperti percepatan vaksinasi untuk membangun herd immunity, dengan memastikan ketersediaan, percepatan distribusi dan proses vaksinasi hingga fasilitas kesehatan terbawah seperti Puskemas dan Puskemas Pembantu.Termasuk mendorong perangkat pemerintahan hingga lurah dan kepala lingkungan untuk memaksimalkan proses sosialisasi, serta menjangkau masyarakat untuk datang ke lokasi vaksin terdekat, sekaligus mencegah kerumunan di sentra vaksinasi.
Dengan melakukan akselerasi dan penambahan jumlah lokasi vaksinasi, secara tidak langsung akan mempersiapkan sistem kesehatan, terutama fasilitas dan tenaga kesehatan hingga ke lokasi yang mudah dijangkau masyarakat, dan memudahkan pencapaian target 181,5 juta masyarakat yang tervaksin secara nasional.
Realisasi kegiatan vaksinasi yang masih rendah, bukan berarti membuat pemerintah mendorong vaksin individu berbayar, terutama di saat kesulitan keuangan sebahagian besar masyarakat akibat kebijakan pembatasan mobilitas dan operasional usaha saat ini.
Dalam situasi pandemi yang tidak kunjung selesai ini, sudah selayaknya vaksin tetap menjadi barang publik yang gratis dan bisa diakses semua masyarakat, serta memastikan masyarakat rentan bisa terlindungi, apalagi banyak pelajaran dari praktek kecurangan tak bermoral oleh berbagai pihak, yang menimbun barang, hingga langka dan harganya meroket tajam.
Selain itu sangat diperlukan kemampuan kepala daerah berperan sebagai leading sector dalam pendataan dan pendistribusian kompensasi bagi masyarakat, karena biasanya, selain dari proses perencanaan dan pengadaan, awal penyelewengan atau kecurangan berada di titik awal dan akhir, yaitu pendataan.
Karena itu fokus untuk perbaikan kualitas data dan sistem distribusi bantuan sosial (bansos) sangatlah penting. Sebab selama pandemi Covid-19 banyak fakta terungkap bahwa data penduduk miskin dan terdampak langsung di berbagai Instansi sering tidak sinkron, dan meyebabkan penyaluran bantuan tidak efektif.
Bekerja keras menjadi wajib untuk memastikan kecepatan, ketepatan dan keterjangkauan, serta akuntabilitas penyaluran bantuan. Sebab efektivitas PPKM darurat sangat membutuhkan kerja sama terpadu, yang mengedepankan prinsip transparansi dan keterbukaan dalam pelaksanaannya. Seketat dan sekeras apapun tindak penegakan dilakukan kepada orang dengan basis ekonomi dari pendapatan harian dan hidup tanpa tabungan, akan berhadapan dengan tuntutan kebutuhan hidup sehari-hari. Jadi bukan berarti tidak patuh pada aturan.
====
Penulis Direktur Eksekutif Perhimpunan Suluh Muda Indonesia (SMI)/penggiat HAM dan Demokrasi
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]