Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Tapaktuan. Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Selatan menggelar eksekusi cambuk terhadap dua orang terpidana pelaku pemerkosaan terhadap anak di bawah umur di halaman kantor Kejari, Tapaktuan Jumat (5/5). Kedua terpidana yang sudah mendapat vonis hakim pengadilan syariah Tapaktuan tersebut masing-masing M Junaidi Alias Juned dan Tarmizi.
Pelaksanaan hukuman cambuk yang turut disaksikan hakim Pengadilan Mahkamah Syariah Tapaktuan dan Kepala Dinas Syariat Islam M Rasyid serta Kepala Satpol PP dan WH Rahmatuddin tersebut berjalan aman dan lancar.
Namun hukuman cambuk hanya terlaksana terhadap M Junaidi. Soalnya setelah dilakukan pemeriksaan oleh tim dokter, terpidana Tarmizi tidak bisa menjalani eksekusi hukuman cambuk karena kondisi kesehatannya yang kurang baik.
M Junaidi (20 tahun) berasal dari Gampong Krueng Batee, Kecamatan Trumon Tengah merupakan pelaku pemerkosaan terhadap anak di bawah umur terbukti telah melanggar Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang hukum Jinayat.
Mahkamah Syar'iyah Tapaktuan menghukumnya dengan jumlah `uqubat cambuk Ta’jir sebanyak 160 kali dipotong masa tahanan selama 196 hari, sehingga jumlah hukuman cambuk yang diterima menjadi 153 kali.
Sesuai tata cara hukuman cambuk yang diatur dalam Qanun Jinayat, proses eksekusi cambuk dilakukan bertahap. Tahap pertama 25 kali, selanjutnya terpidana diperiksa kesehatannya oleh tim dokter.
Sedangkan terpidana Tarmizi warga Kecamatan Pasie Raja yang merupakan terpidana kasus pemerkosaan juga terhadap anak sekolah dasar masih di bawah umur seharusnya akan mendapat hukuman cambuk 200 kali. Namun karena kondisi fisiknya tidak memungkinkan sehingga eksekusi cambuk kembali terpaksa dibatalkan.
Pembatalan ini sudah yang ke tiga kali setelah pada beberapa rencana eksekusi cambuk sebelumnya pihak Kejari selalu menemukan kendala dan hambatan serupa saat hendak mengeksekusi cambuk terhadap yang bersangkutan.
Kepala Kejari Aceh Selatan Munif SH menyatakan, karena beberapa kali rencana eksekusi cambuk terhadap terpidana Tarmizi selalu gagal, maka sesuai ketentuan KUHAP yang bersangkutan sudah harus dibebaskan tidak boleh lagi di lakukan kurangan badan.
"Terpidana Tarmizi yang dalam kondisi sakit tersebut harus dibebaskan karena sudah cukup lama eksekusi cambuk. Yang bersangkutan tidak mungkin terus menerus ditahan sebab hal itu bisa menjurus pelanggaran HAM. Sementara untuk opsi tebusan mahar pengganti cambuk juga tidak mungkin sanggup dipenuhi oleh yang bersangkutan yang hidup di bawah garis kemiskinan. Hal ini merupakan salah satu kelemahan Qanun Jinayat di Aceh, karena tidak mengatur secara spesifik terkait implementasi pemberian hukuman terhadap terpidana,” tandasnya.