Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Lamongan. Sempat sakit dan tidak memenuhi panggilan dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Lamongan terkait dugaan penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), seorang pejabat di Lamongan akhirnya datang dan menjalani pemeriksaan. Bahkan, setelah menjalani pemeriksaan selama lebih kurang 4 jam, pejabat itu langsung ditahan.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, pejabat Lamongan yang menjalani pemeriksaan dan langsung dititipkan di Lapas klas IIB Lamongan tersebut adalah SN. SN diperiksa oleh penyidik Kejari Lamongan selama lebih kurang 4 jam atas dugaan penyelewengan dana BOS sebesar Rp 240 juta selama kurun waktu 2012 hingga 2016.
Saat digiring keluar dari ruang penyidik Kejari Lamongan di lantai 2 hingga menuruni tangga menuju mobil tahanan Tipikor, SN tampak sudah mengenakan rompi tahanan. Namun begitu di dalam kendaraan tahanan, terlihat rompi tahanan itu langsung dilepas. Bahkan saat diambil gambarnya ketika dalam mobil, SN berusaha menyembunyikan wajahnya di balik kursi. Tidak ada komentar apapun dari SN ketika menuju mobil tahanan Tipikor.
Pengacara terdakwa, Wellem Mintarja ketika dimintai komentarnya mengenai penahanan kliennya mengatakan, pihaknya sebenarnya keberatan kliennya ditahan. Pasalnya, terang Wellem, tersangka masih sakit, yakni panas pada lambung. Bahkan, Wellem memastikan, untuk kepentingan kliennya, pihaknya memastikan akan mengajukan penangguhan penahanan.
"Alasan utama pengajuan penangguhan penahanan ini karena yang bersangkutan masih sakit," tuturnya kepada wartawan, Selasa (29/8/2017).
Disinggung korupsi yang disangkakan kliennya, Wellem mengungkapkan kalau kliennya tidak tahu adanya pemotongan Rp 100 per siswa seperti yang disangkakan penyidik. "Bukan penanggungjawab pengguna anggaran. Jadi dia tidak tahu siapa yang menyuruh memotong Rp 100 per siswa," ungkapnya.
Sementara itu, Kasi Intel Kejari Lamongan Budiyanto kepada wartawan menyatakan, penyidik punya alasan hukum untuk menahan tersangka. Modusnya, lanjut Budi, termasuk pemotongan Rp 100 per siswa penerima dana BOS.
"Penyidik pegang dua alat bukti yang cukup untuk kasus ini," kata Budiyanto.
Ditanya mengenai pernyataan penasehat hukum yang menyebut tersangka tidak tahu menahu adanya potongan Rp 100 per siswa, Budi menegaskan kalau hal itu adalah hak pengacara. "Yang jelas penyidik sudah menemukan alat bukti dan barang buktinya," tandas Budi.
Adanya anggapan bahwa penyidik tidak ada belas kasihan terhadap tersangka meski mengaku sakit namun tetap ditahan, menurut Budiyanto, bukan tidak punya ampun, tapi alasan itu harus ada dukungan, termasuk surat keterangan dokter. Ditanya barang bukti yang ada di tangan penyidik, Budiyanto belum bisa mengungkapkannya.
Untuk diketahui, perjalanan SN selama proses hukum yang dihadapi ini memang penuh dengan tantangan, utamanya bagi Kejaksaan hingga diajukan pra peradilan. Meski pada detik - detik menjelang persidangan, pengajuan gugatan pra peradilan itu akhirnya dicabut.
Dua kali sebelumnya, SN sempat mangkir dari panggilan penyidik dengan alasan sakit. Pada panggilan ketiga, SN langsung ditahan setelah menjalani pemeriksaan. SN ditetapkan sebagai tersangka saat dia masih menjabat sebagai manajer BOS dan Kabid PEP Dinas Pendidikan Lamongan. (dtc)