Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Pengacara Setya Novanto, Firman Wijaya dilaporkan ke polisi oleh Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan tudingan dugaan pencemaran nama baik. Pengacara SBY yang juga Wasekjen Partai Demokrat (PD), Didi Irawadi, memberi contoh kasus Fredrich Yunadi yang bisa dijerat oleh KPK meski kerap berlindung di balik profesi pengacara.
"Setahu saya pengacara Pak Setya Novanto senjatanya selalu berlindung di balik hak imunitas. Anda bisa lihat saudara Fredrich Yunadi, bukan saya mau menyamakan kasus bung Firman tapi sekali lagi hati-hati dengan hak imunitas," ucap Didi usai diskusi bertajuk 'Catatan Hitam e-KTP' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/2).
Menurutnya, hak imunitas seorang advokat ada batasnya. Salah satunya tidak boleh mengeluarkan kalimat fitnah.
"Ada batas dan ada etikanya hak imunitas ada ukurannya nggak bisa orang memfitnah apalagi melakukan apa fakta persidangan lalu di luar persidangan berbeda sama sekali tadi juga nggak bisa dijawab," ujarnya.
Menurutnya, Mirwan Amir saat memberi kesaksian tidak pernah menyebut soal kekuatan besar partai pemenang pemilu di balik e-KTP. Ia pun tak mengerti kenapa Firman bisa menganggap ada kekuatan besar di balik e-KTP.
"Tadi kok beda yang disampaikan pak Mirwan malah dikembangkan sampai heboh karena Mirwan tidak pernah katakan adanya kekuatan besar partai pemenang pemilu mengintervensi e-KTP. Nggak bisa dijawab oleh Firman, kenapa mengatakan demikian," pungkasnya.
Diwawancara terpisah, Firman merasa terganggu dengan laporan dari SBY. Dia menegaskan siap buka-bukaan.
"Jadi gini ya tentu saya sebagai warga negara dan sedang menjalani profesi hukum ya sangat terganggu lah dengan pelaporan ini," kata Firman usai acara diskusi bertajuk 'Catatan Hitam e-KTP' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/2).
Firman sendiri hadir terlambat di acara diskusi. Ia sempat menjelaskan polemik ini bermula saat ia mencoba melakukan cross examination untuk menguji keterangan saksi kasus e-KTP yang dihadirkan KPK, dalam hal ini Mirwan Amir.
"Ini adakah cross examination proses menguji saksi-saksi di persidangan. Saksi pak Mirwan ini saksi yang dihadirkan KPK. Berkaitan dengan pertanyaan saya, itu adalah lanjutan dari pertanyaan JPU (jaksa penuntut umum) KPK," ucap Firman.
Firman menyatakan pengujian silang itu dilakukannya untuk mengetahui cara apa yang dipilih KPK dalam membuktikan kasus e-KTP. Namun, Firman masih enggan menjelaskan apakah ada pernyataannya memang berdasar dari kesaksian Mirwan atau bukan.
"Apakah dari atas ke bawah atau stair system, dari bawah ke atas," ucapnya.
"Posisi saya sekarang ini kan terlapor. Jadi saya rasa ada waktunya nanti saya akan jelaskan itu. Ada saya katakan bukti-bukti yang saya miliki, ini menyangkut bukti lersidangan saya nggak boleh bawa keluar. Tapi di kalimat dakwaan itu ada kalimat yang mirip dengan yang ditanyakan mas Didi," sambungnya.
Soal isi dari buku hitam milik Novanto, Firman juga mengaku tak tahu. Ia menyebut itu milik pribadi Novanto.
"Saya nggak tahu soal buku hitam itu kenapa warnanya hitam saya nggak tahu. Tanya pak Novanto. Saya nggak tahu. Nggak ngerti tanyakan beliau," tuturnya.
Selain itu, Firman juga berterima kasih terhadap pihak yang mendukungnya dalam mengungkap kasus e-KTP. Tapi, ketika ditanyakan siapa pihak lain yang punya kaitannya dengan e-KTP ia mengelak untuk menjawab karena takut dikriminalisasi.
"Sudahlah nanti saya ada dikriminalisasi lagi terhadap saya. Saya rasa kita konsen pada proses peradilan ini," pungkasnya.(dtc)