Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan kembali terjadi pada bulan Mei 2018 mendatang. Dia bilang, hal itu terjadi lantaran makin dekatnya Federal Open Market Committee (FOMC) oleh Bank Sentral AS The Fed yang akan dilakukan bulan Juni mendatang.
"Kalau nanti the Fed naikkan di bulan Juni, mungkin di Mei akan terjadi volatilitas. Ini adalah bagian yang harus kita jalani," katanya ditemui di Gedung BI, Jakarta, Rabu (28/3).
The Fed sendiri diproyeksi akan menaikkan suku bunganya sebanyak 25 basis points pada saat itu. Namun dia meminta masyarakat bersikap wajar jika rupiah kembali bergejolak pada saat itu.
Pasalnya, tertekannya rupiah saat ini dan nanti lebih disebabkan karena pengaruh faktor eksternal yang dipicu oleh kenaikan suku bunga AS. Rupiah sendiri diyakini akan terjaga nilai fundamentalnya seiring dengan terjaganya kondisi makro dan stabilitas ekonomi dalam negeri. Hal terutama yang akan dijaga adalah inflasi.
"Kami akan terus melihat perkembangan ekonomi domestik dan dunia. Dan kita akan merespons berdasarkan data yang kita akan kaji pada saat rapat dewan gubernur pada bulan April atau Mei nanti," katanya.
Agus juga menganggap rupiah yang terdepresiasi hingga 1,24% pada periode Januari-Maret 2018 ini masih wajar. Meski ada kenaikan yang cukup tinggi dibanding tahun 2017, namun nilai depresiasi yang masih di bawah 1,6% dianggap masih terkendali.
"Ini masih dalam kondisi yang wajar. Volatilitasnya tidak akan membuat masyarakat tidak percaya dengan nilai tukar rupiah. Kalau kemarin ada tekanan di rupiah, lebih banyak karena menunggu rapat FOMC. Begitu nanti tanggal 21 April FOMC menyatakan bunga the Fed naik 25 bps, dan Indonesia masih tunjukkan ekonomi yang baik, inflasi dan likuiditas terjaga, berarti tetap akan menjadi tenang," ungkapnya. (dtf)