Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Hubungan Partai Demokrat (PD) dan Gerindrakembali memanas. Panas dinginnya hubungan kedua partai ini dinilai bisa mengancam kesolidan Koalisi Indonesia Adil dan Makmur.
"Perselisihan berulang Gerindra dengan Demokrat. Akan melukai soliditas dan moral timses," ujar pengamat politik Rico Marbun dalam perbincangan, Kamis (15/11/2018).
Kembali memanasnya hubungan Gerindra-Demokrat berawal dari teguran Gerindra kepada partai berlambang mercy itu atas komitmen untuk ikut mempromosikan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Ini mengingat Demokrat memutuskan bergabung dengan koalisi Prabowo meski ada drama pada awalnya.
Demokrat tak terima atas teguran Gerindra. PD pun mengungkit soal janji Prabowo kepada sang ketum, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang belum terealisasi.
Rico menilai ketidaksolidan partai koalisi Prabowo-Sandi dapat menjadi bonus bagi rivalnya, petahana Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Apalagi beberapa tokoh yang awalnya terkesan berada di kubu Prabowo mulai pindah haluan, seperti Yusril Ihza Mahendra yang kini menjadi lawyer bagi pasangan nomor urut 01 tersebut.
"Ujungnya tentu akan menguntungkan Jokowi," sebut Rico.
Ketidakharmonisan hubungan Demokrat-Gerindra dinilai juga bisa dimanfaatkan pihak Jokowi. Bukan mustahil, kata Rico, Jokowi menggaet Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang kini tengah menjadi simbol perjuangan Demokrat.
"Jangan-jangan nanti Jokowi terbuka tawarkan janji kabinet ke AHY, bisa terbang satu satu anggota koalisi Prabowo," sebutnya.
Rico menyoroti soal hubungan antar-parpol koalisi Prabowo-Sandi yang belakangan tidak harmonis, termasuk dengan PKS terkait kursi Wagub DKI sepeninggalan Sandiaga Uno. Kegelisahan dan kegusaran Demokrat kepada Gerindra-Prabowo pun dinilai cukup wajar.
"Pasca gagalnya AHY menjadi cawapres dan digantikan sandiaga, elektabilitas Demokrat yang tadinya sempat naik kini justru menurun drastis, pasca 'kudeta' halus Sandiaga," ungkap Rico.
Di saat elektabilitas Demokrat terjun bebas, Gerindra justru panen elektabilitas. Ini mengingat Prabowo dan Sandiaga sama-sama berasal dari Gerindra, meski Sandi sudah menyatakan mengundurkan diri untuk menghormati partai koalisi.
"Bahkan bila Prabowo kalah sekalipun, Geridra tetap akan menang besar di DPR, dan bukan tidak mungkin bisa tetap berkoalisi dengan Jokowi pasca pilpres," tutur Rico.
Pilihan Prabowo pada Sandiaga juga dianggap menjadi beban moral tersendiri untuk AHY. Seperti diketahui, Prabowo awalnya menjanjikan kursi cawapres untuk putra sulung SBY itu, namun akhirnya menggaet Sandiaga.
"Jangan lupa ada beban psikologis luar biasa yang harus ditanggung AHY. Sampai saat ini kalau kita lihat di kota-kota besar. Masih terpampang jelas baliho-baliho dan reklame AHY jelang pilpres. Tentu ini agak menyakitkan secara psikologis," beber Rico.
"Harusnya Sandiaga-Prabowo dan Gerindra memberikan tempat khusus kepada AHY sebagai bentuk penghormatan," imbuhnya.
Demokrat memang sempat mempermasalahkan kurangnya komunikasi yang sudah dijanjikan Sandiaga kepada AHY. Prabowo-Sandiaga dinilai seharusnya bisa memberikan lebih kepada AHY, mengingat Demokrat tetap mengusung pasangan tersebut meski janji tak ditepati.
"Hanya tebak-tebak buah manggis dan berandai andai. Bila misalnya Prabowo meminta AHY menjadi cawagub DKI yang diusulkan oleh Gerindra, menggantikan posisi Sandiaga, tentu bukan hanya kejutan besar tapi rasanya ini memang penghargaan besar bagi Demokrat," tutup Rico. (dtc)