Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Setara Institute menyebut pemerintahan Jokowi dua tahun ke belakang memiliki tren positif dalam hal menjaga toleransi. Jokowi dianggap mampu memperbaiki kebebasan beragama, mencegah polarisasi hingga perebutan kuasa politik identitas.
"Kalau lihat tadi dalam dua tahun ini ada tren positif yang dilakukan pemerintahan Jokowi untuk memperbaiki kebebasan beragama, untuk mencegah supaya polarisasi, perebutan kuasa dengan politik identitas itu berkurang, bisa berlanjut," kata Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, kepada wartawan di hotel Ibis, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (31/3/2019).
Toleransi di pemerintahan Jokowi dinilai positif sehingga layak untuk dilanjutkan 2 periode. Dia mengatakan, jika ada pergantian kepemimpinan akan merepotkan pemerintahan yang baru karena harus mengulang strategi dari awal.
"Tapi kalau ada Presiden baru terpilih ini tentu akan ada strategi baru mulai lagi dari awal ya, dan kemudian ada beban Pak Prabowo, bebannya apa? Salah satu pendukungnya adalah yang dikenal sebagai kelompok-kelompok intoleran. Pak Prabowo harus mulai dsri awal, sementara Pak Jokowi tinggal melanjutkan, kontinuitas dan konsistensi. Jadi lebih bisa terjamin persoalan ini untuk terpecahkan," ujar Bonar.
Pemaparan Setara Institute ini berdasarkan penelitian yang menunjukkan dalam pemerintahan Jokowi, Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan (KBB). Penelitian dilakukan di 34 provinsi di Indonesia dengan berfokus pada beberapa wilayah yaitu Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Salatiga, Aceh, Padang, Riau, Pontianak, Singkawang, dan Ternate, serta Kupang. Metode penelitian yakni field study dan monitoring kasus KBB.
Meski demikian, survei ini bukan berarti intoleransi akan meningkat jika ada pergantian kepemimpinan. Dia menegaskan, pemimpin baru harus beradaptasi.
"Ya tidak juga, tidak juga tapi kalau mulai dari bawah dan baru, tentu harus adaptasi lagi, dan beban salah satu pendukungnya adalah kelompok intoleran tadi. Gimana kendalikannya? Itu harus dijawab dulu karena Pak Prabowo selalu berbicara 'kalau ada yang dukung saya kenapa tidak', yang ditanya orang adalah gimana sikap Pak Prabowo terhadap pendukung semacam itu, kalau kemudian dikatakan 'kalau saya terpilih presiden, maka satu hari kemudian saya akan jemput Habib Rizieq'. Itu jadi sinyal nggak baik juga," ujarnya.
Bonar menambahkan, jika Prabowo menjemput Habib Rizieq ketika menang Pilpres justru akan menurunkan derajat seorang presiden.
"Ya masa seorang presiden sampai jemput Rizieq, itukan turunkan derajat presiden, tapi kalau dia memerintah Arab Saudi untuk memproses pemulangan Habib Rizieq, itu baru presiden, tapi kalau dia bilang langsung jemput sendiri ke sana, itu beri sinyal negatif kepada kelompok tertentu, terutama minoritas, itu yang jadi pertanyaan besar kelompok minoritas kepada Pak Prabowo, walau mereka tahu Prabowo Nasionalis," katanya.
dtc