Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Penghasilan bunga obligasi yang diterima kontrak investasi kolektif baik dana investasi infrastruktur, dana investasi real estat, dan efek beragun aset yang tercatat pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dikenakan pajak penghasilan dengan tarif 5% hingga tahun 2020, dan 10% untuk tahun 2021 dan seterusnya.
"Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2019 yang mulai berlaku pada 12 Agustus 2019. Pada ketentuan yang berlaku sebelumnya, tarif tersebut hanya berlaku bagi reksa dana sedangkan kontrak investasi kolektif dikenai tarif yang lebih tinggi yaitu 15%," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama dalam keterangannya, Jumat (23/8/2019).
Peraturan ini tidak menurunkan tarif bagi kontrak investasi kolektif seperti DINFRA menjadi 0%. Penurunan tarif pajak ini dilakukan untuk meningkatkan peran kontrak investasi kolektif untuk menyerap obligasi demi mendorong pengembangan pasar keuangan di Indonesia serta mendukung pengembangan infrastruktur dan real estat.
Ketentuan pajak penghasilan atas bunga obligasi berlaku untuk surat utang, termasuk surat utang negara dan obligasi daerah, yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan.
Mengutip laman Setkab, Dalam PP ini disebutkan, Obligasi adalah surat utang, surat utang negara, dan obligasi daerah, yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Sementara Bunga Obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang Obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto.
Pasal 3 PP ini menyebutkan, Besarnya Pajak Penghasilan:
a. bunga dari Obligasi dengan kupon sebesar: 1) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak (WP) dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan 2) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi;
b. diskonto dari Obligasi dengan kupon sebesar: 1) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan 2) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak termasuk bunga berjalan;
c. diskonto dari Obligasi tanpa bunga sebesar: 1) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan 2) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi; dan
d. bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksa dana dan Wajib Pajak dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif, dana investasi real estat berbentuk kontrak investasi kolektif, dan efek beragun aset berbentuk kontrak investasi kolektif yang terdaftar atau tercatat pada Otoritas Jasa Keuangan sebesar: 1) 5% (lima persen) sampai dengan tahun 2020 (tidak dibatasi tahun mulainya); dan 2) 10% (sepuluh persen) untuk tahun 2021 dan seterusnya. (Sebelumnya pada PP No. 100 Tahun 2013, PPh dimaksud adalah 5% (lima persen) untuk tahun 2014 - tahun 2020; dan 10% (sepuluh persen) untuk tahun 2021 dan seterusnya).
"Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," bunyi Pasal II Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2019, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 12 Agustus 2019.(dtf)