Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Mantan Kepala Staf Kostrad TNI Mayjen (Purn) Kivlan Zen mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Jaksa Agung M Prasetyo. Namun sidang ditunda karena pihak Kejaksaan Agung tidak hadir.
"Panggilan pertama untuk tergugat Jaksa Agung sudah sah. Majelis harus memanggil lagi kepada tergugat. Majelis akan memanggil tergugat pada 2 minggu yang akan datang," kata Hakim Ketua Ferry Agustina Budi Utami, di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (17/9/2019).
Sidang selanjutnya akan kembali digelar pada 1 Oktober. Sementara itu, sidang tersebut dihadiri kuasa hukum Menko Polhukam Wiranto selaku turut tergugat dalam perkara tersebut, serta kuasa hukum dari pihak Kivlan Zen.
Sebelumnya, Kivlan Zen mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Jaksa Agung M Prasetyo dan turut tergugat mantan Panglima ABRI sekaligus Menko Polhukam Wiranto. Kivlan meminta Jaksa Agung melakukan penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan terhadap Wiranto terkait pembentukan Pam Swakarsa pada 1998.
Menurut kuasa hukum Kivlan, Tonin Tachta, nama Wiranto telah disebutkan dalam dakwaan ke-satu subsider dan kedua subsider sebagaimana menjadi isi dari surat putusan nomor 354/Pid.B/2002/PN.Jak-Sel atas nama mantan Kepala Bulog Rahardi Ramelan.
Kasus bermula ketika Kivlan berhenti dari jabatan Kepala Staf Kostrad pada 28 Juni 1998. Kivlan kemudian menjadi perwira tinggi tanpa jabatan di Mabes TNI. Sedangkan Wiranto saat itu menjabat Panglima ABRI.
Wiranto memerintahkan Kivlan untuk membentuk PAM Swakarsa dalam rangka pengamanan Sidang Istimewa MPR pada 10-13 November 1998. Di awal pembentukannya, Kivlan diberikan uang Rp 400 juta oleh Wiranto melalui Setiawan Djodi.
Setelah menerima uang Rp 400 juta itu, maka secepatnya dibentuk Formasi dan Anggota Pam Swakarsa. Selanjutnya, Kivlan menyiapkan akomodasi untuk kegiatan Sidang Istimewa MPR seperti konsumsi, uang transportasi dari kedatangan hingga kepulangan, pengadaan alat komunikasi dan kendaraan, serta santunan terhadap anggota yang tewas, yang semuanya mencapai Rp 8 miliar.
Namun Kivlan mengaku tidak pernah mendapatkan dana tambahan dari Wiranto karena tidak dapat ditemui lagi. Akhirnya Kivlan bertemu dengan mantan Presiden Prof BJ Habibie untuk menanyakan mengenai pertanggungjawaban biaya Pam Swakarsa (reformasi).
Menurutnya, BJ Habibie menjawab uang tersebut sudah diberikan kepada Wiranto dengan menggunakan dana non-budgeter Bulog Rp 10 miliar. Dalam berkas gugatannya, Kivlan berpendapat nama Wiranto ada di dalam putusan perkara korupsi nomor: 354/Pid.B/2002/PN.Jak-Sel atas nama Rahardi Ramelan. Kivlan meminta Jaksa Agung mengusut tuntas kasus tersebut karena diduga Wiranto turut serta menerima uang Rp 10 miliar.
Pada petitumnya, Kivlan meminta hakim memutuskan Jaksa Agung melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak melakukan penuntutan terhadap Wiranto (turut tergugat). Kivlan meminta hakim memerintahkan Jaksa Agung melakukan penuntutan terhadap Wiranto terkait kasus korupsi. Serta meminta Wiranto membayar ganti rugi Rp 8 miliar.dtc