Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Pendiri Lingkar Madani Ray Rangkuti mencurigai adanya dugaan kongkalikong terkait pengadaan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam revisi UU Nomor 30 Tahun 2002. Pasalnya dalam revisi UU KPK tersebut, KPK memiliki kewenangan menerbitkan SP3 atas suatu kasus dugaan korupsi jika tidak tuntas dalam kurun waktu 2 tahun.
"Jadi KPK berwenang untuk menghentikan perkara kalau kasus tidak (bisa) dibuktikan dalam dua tahun. Berwenang. Jadi berwenang itu boleh dipake (kewenangannya), boleh tidak. Tapi entah dia boleh pakai atau nggak pakai kewenangan, pertanyaan saya, ada nggak kasus dihentikan karena dua tahun nggak bisa dibuktikan. Pasti dugaan saya jawabannya nggak ada di dunia ini," ucap Ray Rangkuti di Diskusi Publik di Warung Tikum, Ciputat, Tangerang Selatan, Minggu (22/9/2019)
Menurutnya, kewenangan SP3 dapat diberlakukan hanya untuk kasus tertentu saja. Misalnya apabila tersangka korupsi tersebut telah meninggal dunia atau jika tersangka korupsi mengalami gangguan kejiwaan.
"Kan orang meninggal, masa harus (jadi) tersangka lagi tuh? Kan kira-kira gitu ya. Begitu dinyatakan tersangka, dia (jadi) gila. Waktu korupsi masih sadar, tapi kalau dinyatakan dia tersangka, (jadi) gila. Dan diperiksa ke dokter manapun mereka mengatakan memang orang ini sulit disembuhkan. Maka kita beri kewenangan kepada KPK. Saya bisa paham," terang Ray Rangkuti.
Namun dia tidak bisa habis pikir jika seorang tersangka korupsi tapi tidak bisa dibuktikan selama 2 tahun, lalu mendapatkan SP3. Menurutnya pasti ada motif kongkalikong terhadap kewenangan SP3 itu.
"Tapi orang yang dinyatakan tersangka dalam dua tahun tidak bisa dibuktikan, lalu di bawa perkaranya ke pengadilan, di SP3, jelas menurut saya itu kongkalikong," ucap Ray Rangkuti. dtc