Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Singapura - Tiga wanita asal Indonesia (WNI) yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) ditahan oleh otoritas Singapura. Ketiganya ditahan di bawah Undang-undang Keamanan Internal (ISA) atas kecurigaan mendanai aktivitas terorisme.
Seperti dilansir Channel News Asia, Senin (23/9/2019), tiga WNI yang ditahan di Singapura itu diidentifikasi bernama Anindia Afiyantari (33), Retno Hernayani (36) dan Turmini (31). Perintah penahanan terhadap ketiga wanita Indonesia itu dirilis otoritas Singapura pada September ini.
Kementerian Dalam Negeri Singapura (MHA) dalam pernyataannya menyebut ketiga WNI itu telah bekerja sebagai PRT di Singapura selama 6-13 tahun saat mereka ditangkap. Disebutkan oleh MHA bahwa ketiga WNI ini saling berkenalan setelah diradikalisasi tahun 2018 lalu. Anindia dan Retno pertama bertemu di sebuah acara di Singapura saat keduanya sedang libur, sedangkan Turmini berkenalan dan berkomunikasi dengan keduanya melalui media sosial.
"Seiring berjalannya waktu, mereka mengembangkan jaringan kontak online asing yang pro-militan, termasuk 'pacar-pacar online' yang berbagai ideologi pro-ISIS," sebut MHA dalam pernyataannya.
Menurut MHA, Anindia dan Retno ingin pergi ke Suriah dan bergabung dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Anindia, sebut MHA, bahkan bersiap untuk bertempur bersama ISIS di Suriah dan menjadi pengebom bunuh diri. Sedangkan Retno disebut ingin tinggal di tengah-tengah petempur ISIS di Suriah dan berpartisipasi dalam pertempuran di sana.
Dijelaskan lebih lanjut oleh MHA bahwa kedua wanita Indonesia itu juga didorong oleh kontak-kontak online mereka untuk bermigrasi ke Filipina Selatan, Afghanistan atau Afrika untuk bergabung dengan kelompok-kelompok pro-ISIS di sana. MHA menyebut bahwa Retno meyakini setiap warga muslim wajib pergi ke zona konflik seperti Palestina dan Kashmir untuk bertempur melawan 'musuh-musuh Islam'.
Ketiga wanita WNI itu, menurut MHA, memberikan dukungan online terhadap ISIS secara aktif, dengan masing-masing mengelola sejumlah akun media sosial untuk memposting material pro-ISIS. Ketiganya juga menyumbangkan sejumlah dana kepada entitas-entitas di luar negeri untuk tujuan terkait terorisme, seperti mendukung aktivitas ISIS dan kelompok Jemaah Anshorut Daulah (JAD) di Indonesia.
Ditegaskan MHA bahwa ketiga WNI itu menjadi pendukung kuat bagi ISIS. Mereka mulai diradikalisasi tahun lalu setelah mendapati material online terkait ISIS. MHA menyebut ketiganya meyakini ISIS bertempur untuk Islam dan penggunaan kekerasan terhadap 'para kafir' dibenarkan. Ketiga wanita itu menjadi semakin radikal setelah bergabung dengan kelompok chat dan saluran media sosial pro-ISIS.
"Mereka tertarik pada visual kekerasan yang disebarkan dalam platform-platform ini, seperti serangan bom dan video pemenggalan ISIS, juga propaganda daur ulang tentara kemenangan masa lalu (ISIS) di medan tempur," sebut MHA dalam pernyataannya.
Disebutkan juga oleh MHA bahwa ketiga WNI itu juga dipengaruhi oleh khotbah-khotbah online dari sejumlah ulama radikal Indonesia.
Satu WNI lainnya yang juga seorang PRT, ikut ditangkap sebagai bagian dari penyelidikan. WNI keempat ini dinyatakan tidak radikal setelah menjalani pemeriksaan. Menurut MHA, WNI keempat ini tidak melaporkan radikalisasi yang dialami tiga WNI lainnya meskipun dia mengetahui sejak lama. WNI keempat ini telah dipulangkan ke Indonesia.
"Fakta bahwa ketiga individu dalam kasus terkini diradikalisasi pada tahun 2018, saat wilayah fisik ISIS mulai berkurang secara signifikan, menyoroti daya tarik abadi ideologi kekerasan ISIS," tegas MHA. dtc