Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencopot Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna Laoly. ICW mengungkapkan ada sembilan alasan kenapa Yasonna harus diganti.
"Sembilan alasan Presiden harus memberhentikan Yasonna Laoly sebagai Menkum HAM," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Jumat (31/1/2020).
Pertama, Kurnia menilai Yasonna mendukung adanya revisi Undang-Undang KPK. Padahal, menurutnya, UU KPK hasil revisi terbukti melemahkan lembaga antirasuah itu.
"Yasonna Laoly diketahui ditunjuk sebagai salah satu kementerian yang mewakili Presiden dalam pembahasan UU KPK di DPR. Sering kali pernyataan Yasonna menegaskan sikapnya untuk mendukung revisi UU KPK. Padahal seluruh proses dan muatan UU KPK diyakini melemahkan institusi pemberantasan korupsi tersebut," ujar Kurnia.
Kedua, Yasonna sebagai Menkum HAM dinilai tidak mampu mengelola lembaga pemasyarakatan dengan baik. Sebab, Kurnia mengatakan masih banyak praktik korupsi dan sel mewah bagi koruptor di dalam lapas, salah satunya di Lapas Sukamiskin.
"Puncaknya ketika KPK melakukan tangkap tangan pada pertengahan 2018 di Lapas Sukamiskin. Saat itu diketahui adanya praktik suap-menyuap yang melibatkan Kepala Lapas dan warga binaan. Tak hanya itu, beberapa kali terlihat masih banyak sel mewah yang dihuni oleh warga binaan di Lapas Sukamiskin. Bahkan salah satu warga binaan, Setya Novanto, melakukan pelesiran ke berbagai tempat pada 2019," sebutnya.
Ketiga, Kurnia menyebut Yasonna menjadi pihak yang turut menolak Perppu UU KPK. Padahal saat ini banyak publik menginginkan Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK.
"Harusnya Yasonna memahami bahwa mayoritas publik menolak pelemahan terhadap KPK dan mendesak agar Presiden dapat segera menerbitkan Perppu KPK," katanya.
Keempat, Kurnia menilai Yasonna ikut menyetujui draf RKUHP tentang pengurangan hukuman bagi koruptor. Kemudian, alasan kelima, Yasonna disebut sempat mewacanakan ingin merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 untuk mempermudah napi koruptor mendapat remisi.
Lalu keenam, Kurnia menyebut Yasonna juga turut diduga menerima aliran duit dalam kasus korupsi e-KTP. Menurutnya, Yasonna disebut menerima duit USD 84 ribu.
"Hal ini tertuang dalam surat dakwaan dan tuntutan jaksa KPK. Yasonna diduga menerima USD 84 ribu," sebut Kurnia.
Alasan ketujuh, Yasonna dinilai ingin melonggarkan aturan pembebasan bersyarat untuk napi korupsi dengan melakukan revisi UU Pemasyarakatan. Kemudian alasan kedelapan, Kurnia mengatakan Yasonna dinilai turut memberikan informasi tentang keberadaan tersangka KPK Harun Masiku.
"Saat itu ia berkata Harun masih berada di luar negeri sejak 6 Januari 2020 dan belum kembali ke Indonesia. Padahal, berdasarkan penelusuran media Tempo, yang pada akhirnya dibenarkan oleh Imigrasi, Harun telah kembali dari Singapura pada 7 Januari 2020," kata Kurnia.
Terakhir, Kurnia mempersoalkan kehadiran Yasonna di konferensi pers tim hukum PDIP terkait kasus Harun Masiku, padahal dia merupakan Menkum HAM. Ia merasa kehadiran Yasonna dalam konferensi pers itu kental akan potensi konflik kepentingan.
"Saat itu Yasonna berdalih bahwa kehadirannya bukan sebagai Menteri Hukum dan HAM, melainkan sebagai Ketua DPP Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan PDIP. Bagaimanapun, secara etika, kehadiran Yasonna tidak dapat dibenarkan, bahkan potensi konflik kepentingan yang bersangkutan amat kental," tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, Menkum HAM Yasonna H Laoly geram kepada pihak-pihak yang menuduhnya melindungi tersangka KPK Harun Masiku. Yasonna menyebut tidak ingin membunuh karier politiknya hanya untuk Harun.
"Yang saya nggak suka, ada orang berasumsi seolah-olah saya itu melindungi, bukan melindungi. Saya kira intelektualitas saya bukan... belum seperti itu tololnya. Saya belum ingin melakukan harakiri politik," kata Yasonna di kompleks parlemen, Jakarta Selatan, Kamis (30/1/2020).
Yasonna menegaskan adalah hal bodoh jika mempertaruhkan karier politiknya demi seorang Harun Masiku.
"Saya kira hanya soal-soal begitu, terlalu tolol saya. Saya pikir saya setolol itu nggak sampai segininya," sambung Yasonna.
Selain itu, dia menyatakan siap mundur dari jabatannya jika tak ada kesalahan dari pihak Imigrasi terkait Harun Masiku. Yasonna yakin dalam soal perlintasan Harun Masiku terjadi kesalahan dari pihak Imigrasi.
"Ya orang nggak salah gimana? Kalau (Ronny) nggak salah, saya yang mundur dari menteri, karena saya yakin (Ronny) salah," ucapnya.dtc