Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) telah melakukan restrukturisasi kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) kepada lebih dari 1,4 juta nasabah yang terdampak COVID-19.
Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan langkah ini adalah upaya strategis perseroan untuk menyelamatkan dan perlindungan UMKM yang terdampak COVID-19.
"Kami telah memberikan relaksasi berupa restrukturisasi pinjaman kepada 1,4 juta UMKM yang terdampak COVID-19 dengan total pinjaman mencapai Rp 101 triliun," kata Sunarso dalam konferensi pers virtual, Kamis (14/5/2020).
Dia mengungkapkan BRI juga telah membuat skema pinjaman baru untuk UMKM, seperti diantaranya BRI berkolaborasi dengan Gojek dan Grab dengan menciptakan skema pinjaman khusus bagi pengendara ojek online yang merupakan pelaku usaha informal.
Dengan pinjaman antara Rp 5 juta - Rp 20 juta, BRI menargetkan 250.000 pengendara ojek online mendapatkan fasilitas pembiayaan ini. "Ini juga sesuai dengan arahan Presiden bahwa diperlukan sebuah terobosan yang inklusif agar pelaku UMKM terdampak langsung mendapatkan manfaatnya," beber Sunarso.
BRI juga telah menyalurkan bantuan sosial tunai (BST) tahap pertama sebesar Rp 316 miliar bagi masyarakat, termasuk UMKM terdampak COVID-19, membagikan sejuta masker gratis kepada pedagang pasar dengan tujuan agar pedagang pasar tetap dapat melakukan aktivitas ekonomi dengan protokol kesehatan yang memadai, konsultasi dan pendampingan bisnis UMKM oleh 38 ribu Relationship Manager di seluruh Indonesia serta pelatihan online / kelas virtual oleh RKB BRI bagi UMKM.
"Ke depan, Bank BRI akan berupaya mempertahankan kinerja dengan menjaga kualitas aset serta terus menciptakan inisiatif inisiatif baru dalam kaitannya memberikan perlindungan dan penyelamatan UMKM di Indonesia," ujarnya.(dtf)
Investor Ramai-ramai Tanam Duit di Cina di Tengah Corona
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Dislokasi pasar yang dipicu oleh virus Corona membawa keuntungan sendiri bagi pasar saham China. Belakangan banyak dana asing yang masuk ke pasar saham China dan beberapa analis melihat tren dislokasi pasar ini akan berlangsung dalam jangka panjang.
"Kami mendapati banyak investor asing secara global merombak kepemilikan mereka dalam kekacauan ini. Dalam hal ini, alokasi ke China menunjukkan peningkatan," ujar Kepala Firma dari EPFR Todd Willits dikutip dari CNBC, Kamis (14/5/2020).
Ketika pasar saham Amerika Serikat (AS) anjlok ke posisi terendah dalam tiga tahun terakhir, alokasi untuk saham China mencapai US$ 2 triliun. Alokasi sebesar itu menunjukkan peningkatan sekitar 20% dibanding tahun lalu dan sekitar 17% dari enam tahun lalu.
Untuk investasi yang fokus pada pasar saham negara berkembang, rata-rata alokasi untuk Cina mencapai 34%, sedangkan untuk dana yang diinvestasikan untuk pasar saham Asia secara menyeluruh (tidak termasuk Jepang), alokasi yang masuk ke Cina mencapai 38%.
Meski ketegangan perdagangan antara Cina dan AS masih berlanjut, minat investor terhadap Cina tetap tinggi.
Pada Jumat, 8 Mei 2020 kemarin, Kingsoft Cloud menjadi perusahaan China pertama yang melantai di pasar modal AS dengan peningkatan saham lebih dari 40% dalam tiga hari perdagangan. Valuasi perusahaan ini sebesar US$ 5 miliar.
Tak hanya pasar saham Cina yang melandai di bursa AS yang kecipratan cuan, Ahli strategi Morgan Stanley mengatakan, investor global lebih suka saham dari China dibanding AS. Terutama untuk saham blue chip berdenominasi yuan yang terdaftar di bursa Shanghai dan Shenzhen.
Saham blue chip Cina secara bertahap menjadi bagian dari portofolio investasi global, terutama setelah perusahaan pengindeksan MSCI mengumumkan pada 2018 lalu bahwa saham China akan menjadi bagian dari indeks Emerging Market MSCI. Sejak tahap pertama keikutsertaan saham China di MSCI, jumlah investor asing di China langsung melonjak sekitar 30%.(dtf)