Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Wacana melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk memulihkan ekonomi belakangan ini bergulir. Pemerintah pun diingatkan mengenai bahaya gelombang kedua pandemi virus Corona (COVID-19) yang bisa saja terjadi di Indonesia.
Pemerintah diminta perlu memperhitungkan secara matang dalam memutuskan kebijakan, termasuk relaksasi atau pelonggaran PSBB demi alasan ekonomi.
Peneliti dari Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet memprediksi kontraksi ekonomi akibat gelombang kedua COVID-19 ini bisa lebih dalam bila pemerintah tetap menjalankan rencana pelonggaran PSBB tersebut.
"Jika tidak dilakukan secara hati-hati, Potensi terburuk dari terjadinya gelombang kedua yaitu kembali meningkatnya kurva COVID-19, jika belajar dari kasus flu Spanyol misalnya di mana korban di gelombang kedua yang lebih besar maka ini akan mengarah pada krisis kesehatan dan bukan tidak mungkin bermuara pada terkontraksinya pertumbuhan ekonomi lebih dalam," kata Yusuf, Selasa (19/5/2020).
Bahkan, tidak menutup kemungkinan pemulihan ekonomi secara keseluruhan bisa jadi lebih lama daripada yang diprediksi para ekonom sebelumya.
"Jika korbannya lebih banyak tentu efek pemulihah ke ekonomi bisa lebih lama," sambungnya.
Pernyataan tak jauh berbeda Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara. Menurut Bhima, pemulihan ekonomi akan berjalan lebih lama sebab menimbulkan kekhawatiran yang lebih luas lagi di tengah masyarakat, sehingga semakin meminimkan aktivitas konsumen yang pada akhirnya merugikan bagi para pengusaha.
"Pemulihan ekonomi berjalan lebih lama dari perkiraan awal. Konsumen khawatir dengan adanya gelombang kedua, ini memicu kepanikan di konsumen menengah dan atas. Akhirnya nanti buat pengusaha rugi juga, mau jualan konsumennya berkurang, biaya operasional jalan terus. Pabrik pun jadi tidak optimal kapasitas produksinya karena buruh rentan terpapar gelombang kedua," terang Bhima kepada detikcom.
Di sisi lain, gelombang kedua COVID-19 ini dapat membuat ekonomi terkontraksi semakin dalam karena biaya kesehatan yang juga semakin membengkak.
"Masalah berikutnya pemerintah harus menghitung biaya kesehatan yang membengkak karena harus menangani pasien di gelombang kedua. Akan mahal sekali costnya. Jadi harus hati-hati bukannya menyelamatkan APBN, pelonggaran yang belum pada saatnya akan blunder dari sisi belanja kesehatan," sambungnya.