Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Maurizio Sarri terdepak dari kursi kepelatihan Juventus. Mungkinkah itu karena keegoisan Sarri dalam filosofi permainan.
Sarri cuma mampu mengabdi untuk Juventus selama satu musim. Dia dipecat setelah gagal membawa Juventus melaju di Liga Champions, meski sempat mempersembahkan Scudetto.
Kedatangan Sarri di awal musim panas tahun lalu menandakan era baru untuk permainan Juventus. Sarri membawa filosofi permainan yang menuntut pemain bergerak dinamis: menyerang dalam satu kesatuan, begitu pun dalam bertahan. Filosofi pelatih 61 tahun itu dikenal dengan sebutan Sarri Ball.
Pemahaman sepakbola yang dibawa Sarri membuat para pemain Juventus berjuang keras mengaplikasikannya. Tak jarang Si Nyonya Tua kerap kendur di tengah-tengah pertandingan hingga tujuh kali kalah di Liga Italia 2019/2020. Terlebih, Juve adalah tim dengan skuad paling tua di antara kontestan Serie A lainnya, yakni rata-rata usia 29,1 tahun.
Maurizio Sarri seolah tak mau bernegosiasi sejenak dengan pemahaman sepakbolanya, meski para pemain Juventus keteteran mengaplikasikannya. Sarri selalu menggunakan 4-3-3 dalam permainan, meski sesekali berubah sedikit menjadi 4-3-1-2. Pengimplementasian permainannya pun tetap harus sama: pemain harus dinamis.
Leonardo Bonucci, yang hampir sepanjang musim ini menjadi kapten Juventus menggantikan Giorgio Chiellini, mengakui bahwa para pemain kesulitan. Dia mengungkapkan itu setelah Juventus berhasil mengunci Scudetto.
"Itu adalah gelar terindah, karena itu yang paling sulit. Kami memulai era baru, filosofi baru, mengalami banyak kesulitan. Tapi kami terus memberikan yang terbaik selama ini, bahkan ketika ada begitu banyak kesalahan," kata Bonucci kepada Sky Sport Italia.
"Kami kadang-kadang berjuang keras untuk menafsirkan filosofi pelatih. Tapi kami tetap satu tim, kami bekerja sebagai orang hebat lebih dari pemain hebat. Sekarang kami akan mencoba untuk beristirahat selama 10 hari ke depan dan kemudian bersiap untuk tantangan berikutnya," sambungnya.
Maurizio Sarri mungkin seharusnya mengikuti jejak Massimiliano Allegri ketika menjabat sebagai pelatih Juventus. Allegri ketika itu tak langsung menuntut pemain mengubah skema permainan di era Antonio Conte.
Mantan pelatih AC Milan itu justru membiarkannya berjalan dengan 3-5-2, cara permainan yang lama, sambil perlahan mengubahnya ke 4-3-1-2 atau 4-2-3-1. Hal itu pun berimbas dengan terdepaknya Andrea Pirlo dari tim Juventus di musim kedua Allegri. Sama seperti saat Allegri menepikan Pirlo semasa di Milan.
Keberhasilan Allegri bernegosiasi dengan keadaan pemain di Juve ketika itu, membuatnya menjadi kaya opsi taktik. Dia bahkan berhasil membawa Juventus dua kali ke final Liga Champions meski dua kali pula gagal setelah kalah dari Barcelona dan Real Madrid.
Pirlo kini menjadi pengganti Maurizio Sarri di Juventus. Pria 41 tahun itu sama sekali tak punya pengalaman melatih tim. Namun, Pirlo sudah mengindikasikan bahwa dia bakal menyesuaikan taktik dengan ketersediaan pemain.
"Soal formasi sih tergantung dari pemainnya, tapi saya suka 4-3-3, semuanya harus menyerang. Banyak menguasai bola, saya ingin para pemain banyak mengoper, bahkan di belakang bench jika perlu!" ujar Pirlo dalam wawancara dengan Fabio Cannavaro beberapa bulan lalu.
"Saya suka 4-3-3, tapi tentu saja jika Anda sadar para pemain tidak bisa menggunakan formasi itu, Anda harus beradaptasi dan menggunakan mereka di sistem berbeda. Jika Anda terlalu saklek dengan sistem dan pemain tidak bisa melakukannya, maka Anda cuma buang-buang waktu dan tidak bisa mengeluarkan kemampuan terbaik mereka," Pirlo menambahkan seperti dikutip Football Italia. dtc