Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Ketidaknetralan birokrasi dalam hal ini oknum ASN di setiap gelaran Pilkada merupakan cermin ASN yang masih gampang dipolitisasi. Pun aturan tentang netralitas ASN masih belum mampu mengurai benang kusut atas ketidak independenan ASN sebagai pelayan publik.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Centre for Public Policy and Local Governance Studies (Publigo Institute), Piki Pardede dalam webinar yang diselenggarakan Publigo Institute bekerja sama dengan Prodi Ilmu Administrasi Publik FISIP USU dan Indonesian Association for Public Administration (IAPA) Sumut-NAD. Kamis, (10/9/2020), sore.
Dalam diskusi virtual tersebut menghadirkan Komisioner Bawaslu Sumut, Ketua Bawaslu Kabupaten Samosir, Askom Penanganan Kode Etik KASN, Ketua Prodi Admnistrasi Publik FISIP USU, dan Assisten III Ombusman Sumut.
Menurut Piki selama gelaran Pemilu baik untuk pemilihan kepala negara hingga kepala daerah tidak lepas dari isu politik identitas, money politik hingga menyoal netralitas ASN. Meskipun politisasi dan mobilisasi ASN sudah banyak jadi sorotan tapi praktiknya terus berlanjut.
“Salah satu persoalan yang sering terabaikan dalam tiap pelaksanaan pemilu salah satunya netralitas ASN. Kita melihat tingkat kerawanan pelanggaran Pemilu masih tinggi terutama motif mobilisasi ASN yang dijadikan komoditas politik bagi elit untuk kepentingan pemenangan calon peserta pemilu. Karenanya ASN masih gampang dipolitisasi, pada akhirnya tidak ada ASN yang netral, mewujudkannya sangat susah," ujar Piki dalam keterangan tertulisnya kepada medanbisnisdaily.com, Jumat (11/9/2020)
Piki menilai ada banyak regulasi kebijakan terkait netralitas ASN seperti yang dimuat dalam UU No5/2014, pasal 70 dan 71 UU No 10/2016, perbawaslu No 6/2018 dan lainnya belum mampu mengurai persoalan independensi ASN, bahkan pada praktiknya penegakan hukum pelanggaran netralitas ASN masih jalan ditempat. Sehingga rentan akan praktik penyelewengan yang dapat mengganggu kinerja dan kualitas pelayanan publik.
Komisioner Bawaslu Sumut Henry Sitinjak mengatakan, keterlibatan ASN menjadi hal yang tidak dapat terpisahkan dalam pengawasan Bawaslu. Hal ini ditunjukkan besarnya godaan jabatan, arus kepentingan, dan keterpaksaan membuat ASN mau tidak mau tergiring untuk terlibat dalam pemenangan paslon di Pilkada.
“Memang dalam perhelatan kontestasi politik dan netralitas di sejumlah daerah terus meningkat jelang Pilkada 2020. Sampai sekarang kami sudah menghimpun sebanyak 19 temuan dan 11 laporan netralitas ASN seperti pelanggaran administratif, kode etik dan hukum lain. ada 15 laporan yang sudah direkomendasikan ke KASN, 4 diataranya terbukti untuk dapat ditindaklanjuti. Sedangkan untuk pencegahan dan penanganan kami melakukan sosialisasi model partisipatif dengan melibatkan masyarakat dan melakukan pendidikan politik masyarakat akan terlibat aktif dalam proses pengawasan pemilu” papar Henry.
Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Tunggul Sihombing menyayangkan fungsi lembaga pengawasan pemilu dan pengawasan ASN masih belum kontributif. Apalagi fungsionaris dalam lembaga tersebut masih terdiri dari ASN.
“Kita lihat di tubuh lembaga penyelenggara dan pengawasan masih rentan ikut dipolitisasi, sebab pimpinan lembaga itu ditunjuk melalui proses rekruitmen, buktinya ada kejanggalan di dalam verifikasi data paslon, contoh ijazah palsu yang diloloskan. Namun di luar pimpinan itu memang didominasi ASN. Ini sebenarnya bukan hanya ASN yang dituntut netralitasnya tapi, pimpinan lembaga pengawasan dan penyelenggaraan juga harus di awasi,” tegasnya
Tunggul juga menjelaskan bahwa pimpinan yang menduduki jabatan politis, memiliki pola hubungan klientisme di falamya. Yang pasti ada pertukaran sumber daya seperti dukungan, uang, dan jabatan.
“Adanya hubungan klientisme ini muncul dari pilihan politik, tekanan jabatan, hingga ASN yang memiliki irisan kekerabatan atau kesukuan dengan calon yang maju di pilkada. Jadi ASN itu harus mengabdi kepada masyarakat, bukan mengabdi pada elit. Klientisme tidak akan memunculkan pimpinan yang tranformatif, melainkan pimpinan transaksional. Ada kepentingan jabatan yang besar. Ini penyebab ASN mudah dipolitisir,” kata Tunggul
Terkait penindakannya menurut Askom Pengawasan Bidang Kode Etik Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Pangihutan Marpaung menyebutkan, bahwa dari data aduan netralitas ASN, akan mendapat rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh PPK dalam penjatuhan sanksi.
“Kami sudah menerima berbagai laporan aduan keterlibatan ASN selama pelaksanaan pilkada, termasuk dari Bawaslu Sumut yang nantinya akan ditindaklanjuti oleh PPL. Namun KASN juga akan melakukan pembinaan terhadap ASN adalah sistem reward dan punishment yang diatur dalam sistem merit untuk mencegah pelanggaran netralitas terjadi lagi,” katanya
Selain telah diresmikannya surat keputusan bersama (SKB) lima kementerian/lembaga yakni Badan Kepegawaian Negara (BKN), Bawaslu, Kemendagri, Kemenpan-RB, dan KASN tentang pedoman pengawasan netralitas ASN. Pangihutan juga mengajak masyarakat Sumatera Utara untuk mau melaporkan setiap dugaan pelanggaran netralitas ASN. Dimana hal ini dilakukan sebagai pertukaran informasi dan data yang nantinya sebagai penegakan hukum bagi ASN yang terindikasi tidak netral selama pelaksanaan pilkada 2020.