Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Komisi B DPRD Sumatra Utara (Sumut) meminta dinas perkebunan dan jajaran terkait menghentikan aktivitas sementara (stanvas) kawasan hutan register 18 di Desa Marihat Mayang, Kecamatan Huta Bayu Raja, Kabupaten Simalungun. Pasalnya tanah di hutan produksi terbatas seluas 5.352 hektare itu sudah bersengketa selama 30 tahun terakhir.
"Kami minta stanvas dulu, sambil mengusulkan agar pemeriksaan sengketa lahan ini dilakukan secara menyeluruh," kata Sugianto Makmur.
Sugianto mengatakan hal itu saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama masyarakat dan kelompok tani Desa Marihat Mayang, Kecamatan Huta Bayu Raja, Kabupaten Simalungun, perwakilan Pangdam, Polda, dan BPN dan Kantor Pertahanan Simalungun, di gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Senin (5/10/2020)
RDP ini dipimpin Wakil Ketua DPRD Sumut Rahmansyah Sibarani, Ketua Komisi B Victor Silaen dan dihadiri anggota Gusmiyadi, Sugianto Makmur, Tuani Lumban Tobing dan Sumihar Sagala.
Alasan stanvas, menurut Sugianto karena ada kesan tumpang tindih status alas hak tanah yang dikeluarkan Kantor Pertahanan Simalungun dan hak masyarakat yang menguasai lahan di kawasan register 18 itu. Sehingga lanjut politisi PDI-P ini, untuk mendapatkan keutuhan penyelesaian, harus dirunut ke belakang sekaligus dicari jalan keluar yang baik dan dapat diterima masyarakat.
"Setahu saya, bila sertifikat tersebut tahun 2000-an berarti semasa bupati dijabat John Hugo Silalahi dengan dasar Perda kabupaten. Perda itu bisa bertentangan dengan undang-undang di atasnya," tegas Sugianto.
Akibatnya selama kurun waktu itu, warga kelompok tani teraniaya karena sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari aparat kepolisian Polres Simalungun. Bahkan ada belasan orang yang ditahan karena dituduh mencuri.
Menurut kuasa hukum kelompok tani, Mulyadi, terdapat belasan orang yang ditahan atas tuduhan melakukan pencurian di lahan register tersebut.
Kini ada dua lagi yang masih ditahan dengan tuduhan tak punya sertifikat lahan, kata Mulyadi.
Mulyadi mengaku sudah berusaha menghubungi aparat kepolisian untuk mendapatkan penjelasan, namun tak kunjung berhasil dengan alasan tak dapat dijumpai. Anehnya ada sejumlah perusahaan yang malah sudah mendapatkan sertifikat atas lahan yang sebelumnya hutan register kemudian dialihkan menjadi kebun sawit.
"Ini jadi pertanyaan besar mengapa bisa ada sertifikat untuk pengusaha, sebaliknya masyarakat yang ditahan di lahan yang mereka usahakan selama 30 tahun," katanya.
Merespon keluhan itu, Ketua Komisi B DPRD Sumut Viktor Silaen dan Wakil Ketua DPRD Sumut, Rahmansyah SIbarani mendesak Kapoldasu untuk memanggil Badan Pertanahan Sumut dan Kantor Pertanahan Simalungun.
"Usut dan tanyakan sama mereka kenapa sertifikat bisa dikeluarkan di hutan register yang notabene untuk kehidupan masyarakat, dan petani di Simalungun," kata Viktor Silaen.
Komisi B, sendiri aku Viktor, sudah beberapa kali memanggil pihak perusahaan namun belum pernah hadir. Komisi B sendiri dalam waktu dekat akan melihat ke lokasi secara langsung.